3/9/12

INTERFERENSI MORFOLOGI DAN SINTAKSIS BAHASA JAWA DALAM BAHASA INDONESIA PADA KOLOM “piye ya?” HARIAN SUARA MERDEKA

INTERFERENSI MORFOLOGI DAN SINTAKSIS
BAHASA JAWA DALAM BAHASA INDONESIA
PADA KOLOM “piye ya?” HARIAN SUARA MERDEKA



SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Strata I dalam
Ilmu Sastra Indonesia





Oleh:

NAMA : AVID SETIYOWATI
NIM : A2A002011


FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2008





HALAMAN PERNYATAAAN


Dengan sebenarnya, penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun tanpa mengambil bahan hasil penelitian baik untuk suatu gelar sarjana atau diploma yang sudah ada di suatu Universitas. Sejauh yang penulis ketahui, skripsi ini tidak mengambil publikasi atau tulisan orang lain, kecuali yang dirujuk dalam daftar pustaka.


penulis




























HALAMAN PERSETUJUAN





Disetujui oleh:



Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II






Drs. Suyanto, M.Si Drs. Mudjid F. Amin, M. Pd
NIP 132086674 NIP 132086673


























HALAMAN PENGESAHAN


Diterima dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi
Program Strata I Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas sastra Universitas Diponegoro
Pada hari : Senin
Tanggal : Juli 2008


Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang



Ketua Anggota I




Drs. Surono, S.U Dra. Kemala Devi
NIP 130704305 NIP 130929445



Anggota II Anggota III




Drs. Suyanto, M.Si Drs. Mujid F. Amin, M.pd
NIP 132086674 NIP 132086673




HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN





“Orang hebat adalah orang yang bersedia melakukan sesuatu sekarang juga dan tidak ada hari esok, karena membuang waktu bukan suatu kejahatan tetapi suatu pembunuhan yang kejam.” (anonim)







Karya ini kupersembahkan untuk:
v Bapak dan Ibu tercinta yang tiada lelah dan penuh kesabaran mencurahkan kasih sayangnya.
v Adikku dan keponakan-keponakanku, kaulah belahan jiwaku penyemangat hidupku
v Alm. Kakeku tercinta semoga damai selalu disisi-Nya.
v Calon suamiku tersayang, kaulah inspirasi dalam hidupku yang selalu mendorongku untuk lebih maju.












PRAKATA


Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tersusun bukan semata-mata hasil usaha sendiri, melainkan berkat bimbingan dan motivasi dari semua pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Nurdien H. Kistanto, M. A, selaku Dekan Fakultas Sastra Unversitas Diponegoro.
2. Dr. M. Abdullah, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Diponegoro.
3. Drs. Suyanto, M. Si dan Drs. Mudjid Farihul Amin, M. Pd, selaku dosen pembimbing yang telah memberi saran, bimbingan dan pengarahan selama proses awal hingga akhir dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang.
5. Kepala dan Staf Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang.
Meskipun skripsi ini belum sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkannya.

Semarang, 2008

penulis

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL ……………….................................................... … i
HALAMAN PERNYATAAN …………………………………….......... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………......... iii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….. iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………………………. v
PRAKATA ……………………………………………………………..... vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………….......... vii
INTISARI ………………………………………………………….......... Xi
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang ……………………………………………. 1
B Permasalahan ……………………………………………… 5
C Tujuan Penelitian …………………………………………. 6
D Alasan Pemilihan Judul …………………………………… 7
E Tinjauan Pustaka ………………………………………….. 7
F Sumber Data ………………………………………………. 11
G Metode dan Teknik Penelitian …………………………….. 12
H Sistematika Penulisan …………………………………….. 14
I Skema Metodologis Interfernsi Morfologi dan Sintaksis
Interferensi Bahasa Jawa dalam Bahasa Indonesia pada Kolom
“piye ya?”harian Suara Merdeka ………………………...... 15
BAB II KERANGKA TEORI
A Pengantar …………………………………………………... 16
B Peristiwa Kontak Bahasa ………………………………….. 16
C Kedwibahasaan …………………………………………..... 20
D Masyarakat Tutur ………………………………………...... 21
E Interferensi ………………………………………………… 22
F Bentuk Interferensi ………………………………………... 25
1. Interferensi Morfologis ………………………………….. 26
2. Interferensi Sintaksis ……………………………………. 27
G. Kerangka Pemikiran Penelitian Interferensi Morfologis
dan sintaksis Bahasa Jawa dalam Pemakaian Bahasa
Indonesia pada Kolom “piye ya?” Harian
Suara Merdeka …………………………………………….. 29
BAB III ANALISIS INTERFERENSI MORFOLOGIS dan SINTAKSIS BAHASA JAWA DALAM BAHASA INDONESIA
A. Pengantar ………………………………………………….. 31
B. Analisis Bentuk Interferensi ………………………………. 31
1. Interferensi Morfologis ………………………………..... 32
1.1 Interferensi Berupa Afiksasi …………………………. 32
1.1.1 Pemakaian Bentuk Nasalisasi Bahasa Jawa
yaitu Prefiks N- …………………………………. 33
1.1.2 Penambahan Prefiks
a. Pemakaian Prefiks ber- Bahasa Indonesia …….. 37
1.1.3 Penambahan Sufiks
a. Penambahan Sufiks –an Bahasa Jawa
pada Kata Dasar ……………………………….. 38
b. Penambahan Sufiks –an pada Kata Dasar
Bermakana Lokatif …………………………….. 39
1.1.4 Pertukaran Prefiks
a. Pemakaian Prefiks ke- Bahasa Jawa
Pengganti ter- Bahasa Indonesia ………………. 41
1.1.5 Pertukaran Sufiks
a. Pemakaian Sufiks e- Bahasa Jawa Pengganti –nya
Bahasa Indonesia ……………………………. 43
1.1.6 Pertukaran Konfiks
a. Pemakaian Konfiks ke-an Bahasa Jawa Pengganti
kata “terlalu” Bahasa Indonesia ……………… 45
1.1.7 Pelesapan Afiks yang Utuh ……………………. 46
1.2 Pemakaian Kata Ulang atau Reduplikasi
a. Kata Ulang Berimbuhan atau Bersambungan …….... 48
b. Kata Ulang Berubah Bunyi atau Dwilingga Salin
Swara …………………………………………....... 49
1.3 Pemakaian Kata Majemuk/Kompositum ……………. 50
2. Interfernsi Sintaksis
2.1 Pemakaian Kata (leksikon)
a. Pemakaian kata bahasa Jawa ……………………… 51
b. Penggunaan Kata Ganti Orang (Pronominal Persona)
Bahasa Jawa ……………………………………….. 54
c. Pemilihan Kata yang Tidak Tepat Dalam
Bahasa Indonesia ………………………………….. 56
2.2 Pemakaian Frase –nya Posesif Bahasa Jawa pada
Tuturan Berbahasa Indonesia ……………………….. . 57
2.3 Interferensi Pemakaian Partikel Bahasa Jawa
a. Partikel kok …………………………………….. ……. 59
b. Partikel piye jal/piye to ……………………………….. 59
c. Partikel lho …………………………………………… 59
d. Partikel to …………………………………………….. 60
C Latar Belakang Terjadinya Interferensi Morfologis dan
Sintaksis pada Kolom “piye ya?” Harian Suara Merdeka
1. Kebiasaan Penutur Menggunakan Bahasa Jawa
Sebagai Bahasa Ibu ……………………………………….
2. Menunjukkan Nuansa Kedaerahan ………………………. 61
3. Menghaluskan Makna …………………………………… 62
4. Mengurangi Tingkat Keresmian …………………………. 63
D. Fungsi Digunakannya Interferensi Morfologis dan Sintaksis
pada Kolom “piye ya?” Harian Suara Merdeka
1. Untuk Menekankan Makna ………………………………. 65
2. Untuk Mengungkapkan perasaan atau Emosi …………… 65
3. Untuk Menghormati Mitra Tutur ………………………… 66
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan …………………………………………………. . 67
B. Saran ………………………………………………………. 68
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 69
LAMPIRAN DATA …………………………………………………….. 71





BAB 1
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan suatu kegiatan sosial (Kongres Bahasa, 1978:276). Dalam kegiatan ini dikirim dan diterima lambang-lambang yang mengandung arti. Pemberian arti perlu “sama” agar pengirim lambang (komunikator) dan penerima lambang (komunikan) mengerti satu sama lain sehingga kegiatan komunikasi dapat berjalan dengan baik. Komunikasi dapat melibatkan beberapa aspek. Alwasilah (1989:8) menyatakan “komunikasi sebagai suatu proses melibatkan (1) pihak yang berkomunikasi, (2) informasi yang dikomunikasikan, (3) alat komunikasi”. Tidak ada komunikasi yang tidak melibatkan ketiga aspek di atas dan sesungguhnya manusia tidak akan terlepas dari ketiga aspek tersebut. Dalam proses komunikasi digunakan bahasa sebagai pengantar.
Bahasa adalah salah satu ciri paling khas yang manusiawi yang membedakannya dari mahluk-mahluk lain (Nababan, 1984:1). Secara tradisional bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau juga perasaan (Chaer dan Agustina, 1995:19). Jadi, fungsi bahasa yang paling mendasar adalah sebagai alat komunikasi, yakni sebagai alat pergaulan antarsesama dan alat untuk menyampaikan pikiran.
Indonesia merupakan negara yang wilayahnya sangat luas, penduduknya terdiri dari berbagai suku bangsa dengan berbagai bahasa daerah serta berbagai latar belakang budaya yang tidak sama. Oleh karena alasan tersebut, Indonesia disebut negara yang kaya akan budaya. Salah satu di antara kekayaan budaya Indonesia adalah adanya bahasa daerah. Berdasarkan peta bahasa yang dibuat oleh pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, ada sekitar 726 buah bahasa daerah dengan jumlah penutur setiap bahasa berkisar antara 100 orang (ada di Irian Jaya) sampai yang lebih dari 50 juta (penutur bahasa Jawa) (Chaer dan Agustina,1995:294). Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah dengan jumlah penutur yang besar, hal ini dapat dilihat dari bahasa Jawa yang digunakan di daerah Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur kecuali Madura. Bahasa Jawa termasuk dari sekian banyak bahasa daerah yang mendukung keutuhan dan kelanjutan kehidupan kebudayaan Indonesia.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang bilingual atau dwibahasa, yaitu masyarakat yang menggunakan dua bahasa dalam berkomunikasi. Dalam proses komunikasi masyarakat Indonesia menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional selain bahasa daerah masing-masing. Kedua bahasa tersebut kadang digunakan dalam kehidupan sehari-hari secara bersamaan, baik secara lisan maupun tulis. Situasi semacam ini memungkinkan terjadinya kontak bahasa yang saling mempengaruhi. Saling pengaruh itu dapat dilihat pada pemakaian bahasa Indonesia yang disisipi oleh kosa kata bahasa daerah atau sebaliknya.
Bahasa erat kaitannya dengan media komunikasi massa. Bentuk media komunikasi massa salah satunya adalah media cetak, yaitu berupa majalah, surat kabar, tabloid dll. Melalui media cetak tersebut bahasa berperan besar untuk menyampaikan berbagai informasi, baik yang bersifat mendidik, menghibur dan mempengaruhi pembaca.
Dari berbagai jenis media cetak yang ada, dalam penelitian ini peneliti memilih objek kajiannya berupa surat kabar. Surat kabar sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari agar masyarakat tidak ketinggalan informasi (Badudu, 1991:137). Setiap surat kabar mengunjungi masyarakat dari segala lapisan, mulai dari lapisan atas hingga lapisan bawah. Surat kabar mendatangi masyarakat dengan berita-beritanya, dengan segala macam informasi, opini serta tulisan-tulisan yang bersifat menghibur. Oleh karena itu surat kabar mendapat julukan sebagai “Ratu Dunia” (Badudu, 1983:135). Dari jangkauan yang luas itu, surat kabar banyak mempengaruhi sikap dan tingkah laku masyarakat. Dalam hal ini penggunaan bahasa Indonesia yang terpengaruh oleh bahasa daerah mudah sekali menyebar melalui media massa.
Di Indonesia terdapat banyak sekali surat kabar, antara lain surat kabar Suara Merdeka. Surat kabar Suara Merdeka merupakan surat kabar yang terbit di Semarang. Mayoritas pembacanya adalah penduduk Jawa yang setiap hari masih berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa, sehingga tidak menutup kemungkinan dalam penyampaian informasi dari penulis kepada pembaca melalui media massa terdapat ketidakpatuhan pemakaian atau penyimpangan bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia. Menurut Lubis (1993:95-96) “ketidakpatuhan pemakaian bahasa Indonesia dapat dijumpai antara lain dalam majalah, buku dan surat kabar”. Adanya penyimpangan bahasa dapat mengakibatkan terjadinya kontak bahasa yang merupakan gejala awal interferensi. Suwito (1983:26-27) menyatakan “Adanya penyimpangan-penyimpangan bukan berarti pengrusakan terhadap bahasa”.
Interferensi merupakan fenomena penyimpangan kaidah kebahasaan yang terjadi akibat seseorang menguasai dua bahasa atau lebih. Suwito (1983:54) berpendapat bahwa Interferensi sebagai penyimpangan karena unsur yang diserap oleh sebuah bahasa sudah ada padanannya dalam bahasa penyerap. Jadi, manifestasi penyebab terjadinya interferensi adalah kemampuan penutur dalam menggunakan bahasa tertentu.
Dari segi kebahasaan, interferensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu interferensi bentuk dan interferensi arti. Menurut Soepomo (1982:27) “Interferensi bentuk meliputi unsur bahasa dan variasi bahasa, sedangkan interferensi bahasa meliputi interferensi leksikal, morfologi, dan sintaksis”. Pembahasan tentang interferensi sangat luas cakupannya, namun dalam penelitian ini hanya akan dibahas tentang interferensi morfologi dan sintaksis bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia yang terdapat pada kolom “piye ya?” harian Suara merdeka.
Salah satu kolom yang terdapat dalam surat kabar harian Suara Merdeka adalah kolom “piye ya?”. Kolom ini terbit setiap hari yang berisi tentang kritik dan saran seputar pelayanan publik di wilayah Kedungsapur (Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Purwodadi). Pada kolom ini banyak dijumpai adanya interferensi bahasa, terutama bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia. Di bawah ini merupakan contoh tuturan yang ada dalam kolom “piye ya?” harian Suara merdeka:
(1) UNTUK Bupati Grobogan, bagaimana to tunjangan khusus ganti THR di penawangan yang untuk guru wiyata bhakti kok dipotong Rp. 31.000.
( 08122996xxx)
(PY/ 35/ 18 Nov 06)

Kata yang bercetak miring pada tuturan di atas merupakan partikel bahasa Jawa. Partikel digunakan dalam ragam bahasa lisan, oleh sebab itu apabila partikel tersebut digunakan dalam ragam bahasa tulis bahasa Indonesia maka akan terasa kurang tepat. Penutur pada penelitian ini menggunakan partikel untuk mengungkapkan perasaan dan emosi yang ada pada dirinya. Interferensi semacam ini termasuk dalam interferensi sintaksis yang berupa pemakaian partikel bahasa Jawa. Pembahasan lebih lanjut dapat dilihat pada bab III.

B. Permasalahan
Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang sudah diperkaya oleh berbagai unsur bahasa daerah, sehingga menjadi suatu bahasa baru yaitu bahasa Indonesia seperti sekarang ini (Badudu, 1983:3). Oleh karena itu, tidak mungkin kita berbicara tentang bahasa Indonesia tanpa menyinggung bahasa daerah. Persentuhan antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah khususnya bahasa Jawa sudah berlangsung lama apabila dibandingkan dengan bahasa daerah yang lain (Soedjarwo, 1999:39). Hubungan yang akrab antara kedua bahasa ini sudah terjalin sejak bahasa Indonesia masih dikenal sebagai bahasa Melayu.
Bertitik tolak dari alasan tersebut, maka peneliti akan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan:
1. Bagaimanakah bentuk interferensi morfologi dan sintaksis yang terdapat pada kolom “piye ya?” harian Suara Merdeka?
2. Faktor-faktor apakah yang melatarbelakangi terjadinya interferensi morfologi dan sintaksis pada kolom “piye ya?” harian Suara merdeka?
3. Apakah fungsi digunakan interferensi pada kolom “piye ya?” harian Suara Merdeka?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan cara sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan bentuk interferensi morfologi dan sintaksis bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia pada kolom “piye ya?” harian Suara Merdeka.
2. Mengidentifikasi latar belakang atau penyebab munculnya interferensi yang ada pada kolom “piye ya?” harian Suara Merdeka.
3. Mengidentifikasi fungsi penggunaan interferensi pada kolom “piye ya?” harian Suara Merdeka.



D. Alasan Pemilihan Judul
Alasan penulis memilih judul penelitian “Interferensi Morfologi dan Sintaksis Bahasa Jawa terhadap Bahasa Indonesia pada Kolom “piye ya?” dalam Harian Suara Merdeka dengan beberapa pertimbangan yaitu:
1. Masih sedikit penulis yang mengangkat topik tentang interferensi morfologi dan sintaksis serta kurangnya pembahasan yang mendalam sebagai bahan penelitian.
2. Ketertarikan peneliti untuk mengetahui persoalan interferensi morfologi dan sintaksis bahasa Jawa yang ada pada kolom “piye ya?” karena pada kolom tersebut banyak penulis temukan bentuk-bentuk interferensi.
3. Digunakannya bahasa Jawa dan bahasa Indonesia secara bersamaan oleh penutur yang sama sehingga berpengaruh terhadap tuturan yang disampaikan melalui surat kabar.

E. Tinjauan Pustaka
Melalui penelitian ini, penulis akan mendeskripsikan interferensi bahasa Jawa pada kolom “piye ya?” harian Suara merdeka. Penelitian ini lebih menekankan pada jenis intererensi morfologi dan sintaksis.
1. Landasan Teori
Teori-teori yang mendasari pembahasan masalah pada penulisan ini meliputi peristiwa kontak bahasa, kedwibahasaan, masyarakat tutur, dan interferensi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiolinguistik karena objek penelitiannya berupa bahasa yang berkaitan dengan penggunaan bahasa itu dalam masyarakat. Hal tersebut memungkinkan karena sosiolinguistik merupakan ilmu interdisipliner yang mempelajari bahasa dalam kaitannya bahasa itu dalam masyarakat (Chaer dan Leonie, 1995:2).
Dalam penelitian ini dikaji mengenai interferensi yang termasuk dalam bidang sosiolinguistik. Interferensi pada umumnya dianggap sebagai gejala tutur dan hanya terjadi pada dwibahasawan, yang peristiwanya dianggap sebagai penyimpangan. Seperti yang dikemukakan oleh Weinreich (1968:1) bahwa interferensi merupakan bentuk penyimpangan penggunaan bahasa dari norma-norma yang ada sebagai akibat adanya kontak bahasa karena penutur mengenal lebih dari satu bahasa. Interferensi dapat terjadi apabila unsur-unsur kosakata atau kaidah ketatabahasaan dari bahasa yang satu dikenakan pada waktu seorang dwibahasawan menggunakan bahasa lain, dengan kata lain penyebab terjadinya interferensi terpulang pada kemampuan penutur dalam menggunakanbahasa tertentu sehingga dapat dipemgaruhi oleh bahasa lain. Kemampuan dwibahasaawan menggunakan dua bahasa merupakan kecenderungan gejala tutur sebagai akibat adanya kontak bahasa.
Pada penelitian ini hanya akan dibahas tentang interferensi morfologi dan sintaksis bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia. Weinreich (melalui Chaer dan Leonie, 1995:162) yang mengatakan bahwa interferensi morfologi antara lain terjadi dalam pembentukan kata dengan afiks, sedangkan interferensi sintaksis terjadi apabila dalam tuturan terdapat serpihan-serpihan dari bahasa lain yang berupa frasa, kata dan klausa pada pola struktur kalimat. Penelitian Murdianingsih (2004) dan Pramudya (2006) banyak memberi petunjuk bagi peneliti dalam proses analisis.
Interferensi dipandang sebagai fenomena bahasa sekaligus sebagai fenomena sosial, karena interferensi merupakan gejala yang muncul akibat penguasaan dua bahasa atau lebih penuturnya, sehingga pendekatan sosiolinguistik dipandang tepat untuk mengkaji masalah ini.

2. Penelitian Sebelumnya
Penelitian tentang interferensi sangat penting, terbukti dikenal beberapa peneliti yang mulai menulis sejak tahun 1950 seperti Weinreich, Haugen, Ferguson, Mackey, Lado, dan Richard. Di Indonesia, penelitian interferensi pertama dilakukan oleh Rusyana (1975). Dalam penelitiannya yang berjudul “Interferensi Morfologi pada penggunaan bahasa Indonesia oleh Anak-anak yang Berbahasa Pertama bahasa Sunda Murid sekolah dasar Daerah Propinsi Jawa Barat, kemudian dilanjutkan oleh Ridjin dkk. (1981), Huda (1981), Abdulhayi (1985), Parwati (1985), serta Denes dkk. (1994).
Penelitian tentang interferensi juga pernah dilakukan di fakultas Sastra Universitas Diponegoro oleh Murdianingsih (2004) dan Mahar Pramudya (2006). Penelitian dilakukan oleh Murdianingsih dalam skripsinya yang berjudul “Interferensi Bahasa Jawa dalam Bahasa Indonesia pada Rubrik “Gayeng Semarang” di Surat Kabar Suara Merdeka”. Penelitian ini mengkaji masalah interferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia dalam tataran leksikal yang meliputi interferensi monomorfemis dan polimorfemis. Interferensi bentuk monomorfemis meliputi kelas kata Verba, Nomina, Adjektiva, Adverbia dan kata tugas. Sedang interferensi bentuk polimorfemis meliputi kata berafiks, bentuk ulang atau reduplikasi dan bentuk kata majemuk (2004:31-53).
Dalam penelitian ini diketahui adanya faktor penyebab terjadinya interferensi yaitu karena adanya unsur kesengajaan penutur agar setiap tuturannya lebih dipahami oleh pembaca dan fungsinya untuk menghidupkan tuturan sehingga tidak terkesan kaku (2004:53-54).
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Mahar Pramudya membahas tentang “Interferensi Gramatikal Bahasa Melayu Bangka dalam Pemakaian Bahasa Indonesia: dengan Data Rubrik “Mak Per dan Akek Buneng” dalam Surat Kabar Bangka Pos”.
Dalam penelitiannya ditemukan beberapa peristiwa yang terjadi pada bidang morfologi afiksasi dan reduplikasi, sedangkan interferensi sintaksis ditujukan pada kontruksi kalimat bahasa Melayu Bangka yang tidak lazim jika diterjemahkan atau dipakai saat berbicara dengan penutur yang berbahasa Indonesia (2006:36-66). Adapun faktor penyebab terjadinya interferensi gramatikal bahasa Melayu Bangka dalam bahasa Indonesia adalah faktor kelalaian penutur asli Bangka yang disebabkan oleh:
1. Keinginan menunjukkan warna lokal
2. Kekurangmampuan penutur Bangka dalam penguasaan bahasa Indonesia
3. Pemakaian kosakata penuntur Bangka rendah
4. Penutur ingin mengejar ketepatan rasa
5. Penyederhanaan struktur bahasa (2006:66-70).
Dari penelitian-penelitian di atas, penulis ingin melengkapi penelitian yang sudah ada tentang interferensi bahasa Jawa terhadap pemakaian bahasa Indonesia, namun tidak hanya dalam tataran leksikal saja tetapi juga tataran morfologis dan sintaksis.

F. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah sumber tulis, yaitu berupa teks. Teks dalam penelitian ini berupa wacana yang ada pada kolom “piye ya?” harian Suara Merdeka edisi September-November 2006. Penulis mengambil data selama tiga bulan berturut-turut, yaitu tiga bulan terakhir sebelum Desember 2006. Pemilihan bulan tersebut atas dasar, bulan September-November belum terlalu lama terlewatkan sehingga memudahkan penulis dalam mengumpulkan data serta penulis berharap pengambilan data selama tiga bulan sudah mewakili seluruh data yang ada karena kolom “piye ya?” terbit setiap hari.
Wujud data dalam penelitian ini diambil dari kata atau kalimat berbahasa Indonesia yang diduga mengandung interferensi bahasa Jawa. Pengambilan data ini dipilih dengan pertimbangan dan tujuan sebagai berikut: kolom ini banyak ditemukan interferensi. Selama kurun waktu 3 bulan peneliti mengumpulkan data sebanyak 100 buah, kemudian penulis memperoleh data yang telah dipilih sebagai objek penelitian sebanyak 40 buah. Data ini diharapkan sebagai data yang bersifat representatif artinya data tersebut benar-benar data yang dapat mewakili populasi data yang ada pada kolom “piye ya?” dalam harian Suara Merdeka.
G. Metode dan Teknik Penelitian
Metode adalah cara kerja untuk memahami suatu objek yang bersangkutan. Teknik adalah jabaran dari metode tersebut sesuai dengan alat dan sifat alat yang dipakai. Tahapan atau urutan penggunaan teknik disebut prosedur (Sudaryanto, 1992:11). Metode dan teknik penelitian merupakan alat yang dipilih dalam melaksanakan penelitian. Metode yang dipilih harus berhubungan erat dengan alat serta teknik penelitian yang digunakan.
Penelitian tentang interferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia pada kolom “piye ya?”dalam harian Suara Merdeka meliputi tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data dengan metode simak. Metode ini dilakukan dengan cara membaca dan memahami wacana, serta dilanjutkan dengan teknik catat yaitu dengan mencatat kata atau kalimat yang ada pada sumber data. Langkah-langkah yang digunakan peneliti pada tahap pengumpulan data adalah sebagai berikut:
Langkah pertama adalah mengumpulkan data, setelah semua data terkumpul kemudian data yang ada tersebut diperiksa dengan cara membaca dan memahami wacana secara berulang-ulang.
Langkah kedua adalah seleksi data, semua data yang sudah diperiksa, kemudian peneliti mengidentifikasikan bentuk interferensi yang terdapat pada objek data serta menandai kata atau kalimat yang mengandung bentuk-bentuk interferensi, dilanjutkan dengan mencatatat serta memberi nomor pada kata atau kalimat yang sudah ditandai tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penulis dalam mencari dan mengelompokkan data.
Langkah keempat yaitu pengelompokkan data. Data yang sudah diseleksi kemudian dikelompokkan menjadi satu. Pengelompokan data didasarkan pada bentuk interferensi morfologi dan sintaksis.
2. Tahap Analisis Data
Data yang sudah terkumpul, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode padan. Metode padan digunakan dalam analisis data penelitian ini, sebab bahasa yang diteliti memiliki hubungan dengan hal-hal di luar bahasa yang bersangkutan. Metode ini dijabarkan dalam satu teknik dasar, yaitu teknik dasar pilah unsur penentu (PUP) dengan menggunakan daya pilah translational. Daya pilah translational merupakan daya pilah yang digunakan dalam analisis bahasa dengan alat penentunya adalah bahasa lain. Alat pilah yang digunakan sebagai pedoman translit bahasa Jawa adalah kamus Jawa-Indonesia dan kamus bahasa Indonesia. Bahasa Jawa yang merupakan interferensi dalam penggunaan bahasa Indonesia, dianalisis dan dipadankan sesuai dengan bahasa Indonesia yang benar. Dalam analisis ini, tidak menutup kemungkinan adanya analisis silang, yaitu data yang sama dimungkinkan untuk dianalisis lebih dari satu kali tetapi untuk kajian yang berbeda.
3. Tahap Penyajian Data
Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode informal. Penyajian informal yaitu berupa rumusan dengan menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:144-159). Alasan digunakannya metode informal dalam penyajian hasil analisis karena penelitian ini bersifat deskriptif. Maksudnya pendeskripsian dari dari gejala atau keadaan yang terjadi pada objek data penelitian. Interferensi diungkapkan secara apa adanya berdasarkan pada data, sehingga hasil perian ini benar-benar merupakan suatu fenomena bahasa yang sesungguhnya.
Data yang sudah dianalisis kemudian diberi penjelasan dibawahnya mengenai jenis interferensi, analisis dan sumber data.

H. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan meliputi Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penelitian, Alasan Pemilihan Judul, Tinjauan Pustaka, Sumber Data, Metode dan Teknik Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II Kerangka pemikiran yang menyajikan teori-teori yang digunakan dalam penganalisisan penelitian ini.
BAB III Merupakan analisis data yang berupa pembahasan tentang jenis dan faktor penyebab terjadinya serta fungsi digunakannya interferensi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia pada kolom “piye ya?” harian Suara Merdeka.
BAB IV Penutup yang berisi Simpulan dan Saran.





Skema Metodologis Interferensi Morfologi dan Sintaksis Bahasa Jawa dalam Bahasa Indonesia
Pada Kolom “piye ya?” Harian Suara Merdeka


Desain
Riset Tujuan
Penelitian Penentuan
Sampel Pengumpulan
Data Jenis
Data Analisis
Data
Studi kasus - Analisis bentuk interferensi morfologi dan sintaksis bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia
- Identifikasi latar belakang atau penyebab munculnya interferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia
- Fungsi penggunaan interferensi bahasa Jawa dalam bahasa pemakaian Indonesia Diambil dari purposif (yaitu surat kabar Suara Merdeka, karena Suara Merdeka merupakan surat kabar terbitan Semarang, sehingga dalam penyampaian informasi melalui media masa masih banyak terpengaruh oleh bahasa Jawa Metode simak dilanjutkan dengan tehnik catat Leksem
Kata
Frase Deskriptif (mendeskripsikan kata-kata bahasa Jawa pada data)









BAB II

KERANGKA TEORI


A. Pengantar

Penelitian yang berkaitan dengan interferensi bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia sudah banyak dilakukan oleh para ahli bahasa, seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya. Hasil pemikiran para peneliti tersebut sangat bermanfaat bagi terwujudnya penelitian ini, karena hasil pemikiran mereka dapat membantu peneliti mendapatkan gambaran mengenai interferensi beserta masalah-masalahnya. Hasil penelitian yang ada di Universitas Diponegoro di antaranya dilakukan oleh Yeni Murdianingsih (2004), dan Mahar Pramudya (2006).
Pada bab ini akan diuraikan tentang teori-teori yang menjadi dasar pembahasan masalah yang ada dalam penelitian ini. Konsep dasar bagi landasan berpikir peneliti mencakup peristiwa kontak bahasa, kedwibahasaan, masyarakat tutur, dan interferensi.

B. Peristiwa Kontak Bahasa
Hubungan antara bahasa dan masyarakat dapat dikaji dengan menggunakan teori sosiolinguistik. Bahasa dalam kajian sosiolinguistik dipandang sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi yang merupakan bagian dari masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor, baik faktor kebahasaan itu sendiri maupun faktor non kebahasaan, misalnya faktor sosial budaya yang meliputi status sosial, umur, tingkat pendidikan dan jenis kelamin (Suwito, 1983:2).
Chaer dan Agustina (1995:4) mengatakan sosiolinguistik yaitu pengkajian bahasa (linguistik) sebagaimana bahasa itu berada dan berfungsi dalam masyarakat (sosiologis). Dengan demikian, sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu dalam masyarakat.
Appeal (dalam Suwito, 1983:5) juga mengemukakan bahwa sosiolinguistik merupakan studi tentang tata bahasa dan pemakaian bahasa dalam hubungannya dengan masyarakat dan kebudayaan. ini berarti Appeal menambahkan unsur kebudayaan pada pengertian sosiolinguistik, sehingga dapat dikatakan sosiolinguistik sebagai fenomena sosial dan budaya. Suwito (1983:5) berpendapat bahwa “sosiolinguistik berarti studi interdisipliner yang menganggap masalah-masalah kebahasaaan dalam hubungannya dengan masalah sosial.
Nababan menambahkan bahwa pemakaian bahasa tidak hanya dipengaruhi oleh linguistik dan nonlinguistik, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor situasional. Adapun yang termasuk dalam faktor situasional adalah siapa berbicara dengan siapa, tentang apa, dalam situasi yang bagaimana, dengan tujuan apa, dengan jalur apa dan ragam bahasa mana, atau disingkat SPEAKING (Dell Hymes dalam Nababan, 1984). Adanya faktor situasional dan sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa maka timbullah variasi bahasa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah-masalah yang dikaji dalam sosiolinguistik meliputi:
a. Hubungan antara pembicara dengan pendengar
b. Macam bahasa beserta variasinya yang berkembang dalam masyarakat
c. Penggunaan bahasa sesuai dengan faktor kebahasaan maupun non kebahasaan termasuk kajian tentang kedwibahasaan.
Dalam membicarakan masalah kedwibahasaan atau bilingualisme, tidak mungkin terpisahkan adanya peristiwa kontak bahasa. Seorang dwibahasawan sangat mungkin sebagai awal terjadinya interferensi dalam bahasa, sehingga antara kontak bahasa dan dwibahasawan sangat erat hubungannya. Interferensi merupakan salah satu peristiwa kebahasaan yang mungkin terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa.
Apabila ada dua bahasa atau lebih digunakan secara bergantian oleh penutur yang sama, maka dapat dikatakan bahasa-bahasa tersebut dalam keadaan saling kontak. Sebagai contoh, adanya kontak bahasa antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penutur bahasa Jawa. Kontak bahasa terjadi dalam diri penutur. Individu tempat terjadinya kontak bahasa disebut dwibahasawan, sedangkan peristiwa pemakaian dua bahasa atau lebih secara bergantian oleh seseorang disebut kedwibahasaan (Weinreich dalam Suwito, 1983:39).
Diebold dalam Suwito (1983:39) menjelaskan bahwa kontak bahasa itu terjadi dalam situasi konteks sosial, yaitu situasi dimana seseorang belajar bahasa kedua dalam masyarakat. Pada situasi seperti itu dapat dibedakan antara situasi belajar bahasa, proses perolehan bahasa dan orang yang belajar bahasa. Dalam situasi belajar bahasa terjadi kontak bahasa, proses pemerolehan bahasa kedua disebut pendwibahasaan (bilingualisasi) serta orang yang belajar bahasa kedua dinamakan dwibahasawan.
Kontak bahasa merupakan pengaruh suatu bahasa kepada bahasa lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan kedwibahasaan berarti penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseoarang penutur. Kontak bahasa cenderung kepada gejala bahasa (langue), sedangkan kedwibahasaan cenderung sebagai gejala tutur (parole). Namun, karena langue pada hakekatnya sumber dari parole, maka kontak bahasa sudah selayaknya nampak dalam kedwibahasaan atau dengan kata lain kedwibahasaan terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa (Mackey dalam Suwito, 1983:39).
Dari berbagai pendapat seperti diatas, maka jelaslah kiranya bahwa pengertian kontak bahasa meliputi segala peristiwa persentuhan antara beberapa bahasa yang mengakibatkan adanya kemungkinan pergantian pemakaian bahasa oleh penutur yang sama dalam konteks sosialnya, atau kontak bahasa terjadi dalam situasi kemasyarakatan, tempat seseorang mempelajari unsur-unsur sistem bahasa yang bukan merupakan bahasanya sendiri.
C. Kedwibahasaan
Pengertian tentang kedwibahasaan atau bilingual sebagai salah satu dari masalah kebahasaan terus mengalami perkembangan. Hal ini disebabkan oleh, titik pangkal pengertian kedwibahasaan yang bersifat nisbi (relatif). Kenisbian demikian terjadi karena batasan seseorang untuk bisa disebut sebagai dwibahasawan bersifat arbitrer, sehingga pandangan tentang kedwibahasawan berbeda antara yang satu dengan yang lain (Suwito, 1983:40).
Awalnya Bloomfield (dalam Chaer dan Agustina, 1995:115) merumuskan kedwibahasaan sebagai “Native like control of two languages”. Maksudnya, kemampuan menggunakan dua bahasa yaitu bahasa daerah (B1) dan bahasa Indonesia (B2) dengan penguasaan yang sama baiknya oleh seorang penutur. Orang yang menggunakan dua bahasa disebut dwibahasawan, sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut kedwibahasaan. Proses memperoleh kebiasaan menggunakan dua bahasa disebut pendwibahasaan.
Mackey (melalui Chaer dan Agustina, 1995:115) mengatakan dengan tegas bahwa bilingualisme adalah praktik penggunaan bahasa secara bergantian oleh seorang penutur. Untuk dapat menggunakan dua bahasa diperlukan penguasaan kedua bahasa dengan tingkat yang sama, artinya kemampuan penutur dalam penguasaan bahasa keduanya. Sependapat dengan Mackey, Weinreich (1986:1) memberi pengertian kedwibahasaaan sebagai pemakaian dua bahasa oleh seorang penutur secara bergantian.
Perluasan pengertian kedwibahasaan nampak pada pendapat Haugen (dalam Suwito, 1983:41) yang mengemukakan kedwibahasaan sebagai tahu dua bahasa (knowledge of two languages). Maksudnya, dalam hal kedwibahasaan, seorang dwibahasawan tidak harus menguasai secara aktif dua bahasa, tetapi cukuplah apabila ia mengetahui secara pasif dua bahasa tersebut. Perluasan itu berkaitan dengan pengertian kedwibahasaan yang tadinya dihubungkan dengan penggunaan bahasa diubah menjadi pengetahuan tentang bahasa.
Oksaar (dalam Suwito, 1985:42) tidak cukup membatasi kedwibahasaan sebagai milik individu. Kedwibahasaan merupakan masalah bahasa, sedangkan bahasa itu sendiri tidak terbatas sebagai alat penghubung antarindividu melainkan sebagai alat penghubung antar kelompok. Oleh karena itu, masalah kedwibahasaan bukan masalah perseorangan tetapi masalah yang ada dalam suatu kelompok pemakai bahasa. Demikian juga bahasa Jawa merupakan milik masyarakat Jawa bukan milik individu yang ada di Jawa.
D. Masyarakat Tutur
Batasan mengenai masyarakat tutur sangat beragam. Bloomfield (dalam Chaer dan Agustina, 1995:48) membatasi dengan sekelompok orang yang menggunakan sistem isyarat yang sama. Namun batasan itu dianggap terlalu sempit, karena masyarakat modern, banyak yang menguasai lebih dari satu bahasa. Sebaliknya, batasan yang diberikan oleh Labov (dalam Chaer dan Agustina, 1995:48) mengatakan suatu kelompok orang yang mempunyai norma yang sama mengenai bahasa. Pengertian ini dianggap terlalu luas.
Masyarakat tutur adalah suatu masyarakat yang anggotanya setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa beserta norma-norma yang sesuai dengan penggunaanya (Fishman dalam Chaer dan Agustina, 1995:47). Kata masyarakat dalam istilah masyarakat tutur bersifat relatif, dapat menyangkut masyarakat yang luas, dan dapat pula hanya menyangkut sekelompok kecil orang.
Dengan pengertian terhadap kata masyarakat seperti itu, maka setiap kelompok orang yang karena tempat atau daerahnya, profesinya, hobinya, dan sebagainya menggunakan bentuk bahasa yang sama dan mempunyai penilaian yang sama pula terhadap norma-norma pemakaian bahasa itu, maka akan membentuk masyarakat tutur. Begitu pula kelompok-kelompok di dalam ranah-ranah sosial, seperti rumah tangga, pemerintahan, keagamaan atau bahkan kelompok kecil masyarakat terasing yang mungkin anggotanya hanya terdiri dari beberapaorang saja. Jadi, suatu wadah negara, bangsa, atau daerah dapat membentuk masyarakat tutur. Masyarakat tutur adalah sekelompok orang yang menganggap diri mereka memakai bahasa yang sama (Halliday, 1968), pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Chaer (1994:60), yang menganggap masyarakat tutur adalah sekelompok orang yang merasa dirinya menggunakan bahasa yang sama.
Bahasa nasional dan bahasa daerah jelas mewakili masyarakat tutur tertentu dalam hubungan dengan variasi kebahasaan. Sebagai contoh adanya masyarakat bahasa di Indonesia:
Setiap hari mahasiswa yang berasal dari masyarakat tutur bahasa Jawa dan mahasiswa dari masyarakat tutur bahasa Batak sama-sama kuliah di Semarang. Dalam berinteraksi dengan sesamanya, mereka menggunakan bahasa Indonesia. Jadi, meskipun mereka berbahasa ibu yang berbeda, mereka tetap pendukung masyarakat tutur bahasa Indonesia. Dalam hal ini, memang tidak terlepas dari fungsi ganda bahasa Indonesia: sebagai bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa persatuan.
E. Interferensi
Hubungan yang terjadi antara kedwibahasaan dan interferensi sangat erat terjadi. Hal ini dapat dilihat pada kenyataan pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Situasi kebahasaan masyarakat tutur bahasa Indonesia sekurang-kurangnya ditandai dengan pemakaian dua bahasa, yaitu bahasa daerah sebagai bahasa ibu dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Situasi pemakaian seperti inilah yang dapat memunculkan percampuran antara bahasa nasional dan bahasa Indonesia. Bahasa ibu yang dikuasai pertama, mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pemakaian bahasa kedua, dan sebaliknya bahasa kedua juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap pemakaian bahasa pertama. Kebiasaan untuk memakai kedua bahasa lebih secara bergantian disebut kedwibahasaan. Peristiwa semacam ini dapat menimbulkan interferensi.
Interferensi secara umum dapat diartikan sebagai percampuran dalam bidang bahasa. Percampuran yang dimaksud adalah percampuran dua bahasa atau saling pengaruh antara kedua bahasa. Hal ini dikemukakan oleh Poerwadarminto dalam Pramudya (2006:27) yang menyatakan bahwa interferensi berasal dari bahasa Inggris interference yang berarti percampuran, pelanggaran, rintangan.
Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1968:1) untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Penutur yang bilingual adalah penutur yang menggunakan dua bahasa secara bergantian, sedangkan penutur multilingual merupakan penutur yang dapat menggunakan banyak bahasa secara bergantian. Peristiwa interferensi terjadi pada tuturan dwibahasawan sebagai kemampuannya dalam berbahasa lain.
Weinreich (1968:1) juga mengatakan bahwa interferensi adalah bentuk penyimpangan penggunaan bahasa dari norma-norma yang ada sebagai akibat adanya kontak bahasa karena penutur mengenal lebih dari satu bahasa. Interferensi berupa penggunaan bahasa yang satu dalam bahasa yang lain pada saat berbicara atau menulis. Didalam proses interferensi, kaidah pemakaian bahasa mengalami penyimpangan karena adanya pengaruh dari bahasa lain. Pengambilan unsur yang terkecil pun dari bahasa pertama ke dalam bahasa kedua dapat menimbulkan interferensi.
Poedjosoedarmo (1989:53) menyatakan bahwa interferensi dapat terjadi pada segala tingkat kebahasaan, seperti cara mengungkapkan kata dan kalimat, cara membentuk kata dan ungkapan, cara memberikan kata-kata tertentu, dengan kata lain inteferensi adalah pengaturan kembali pola-pola yang disebabkan oleh masuknya eleman-elemen asing dalam bahasa yang berstruktur lebih tinggi, seperti dalam fonemis, sebagian besar morfologis dan sintaksis, serta beberapa perbendaharaan kata (leksikal).
Dalam proses interferensi, terdapat tiga unsur yang mengambil peranan, yaitu: Bahasa sumber atau bahasa donor, bahasa penyerap atau bahasa resipien, dan unsur serapan atau importasi. Dalam peristiwa kontak bahasa, mungkin sekali pada suatu peristiwa, suatu bahasa menjadi bahasa donor, sedangkan pada peristiwa yang lain bahasa tersebut menjadi bahasa resipien. Saling serap adalah peristiwa umum dalam kontak bahasa.
Hortman dan Stork melalui Alwasilah (1985:131) menganggap interferensi sebagai kekeliruan yang disebabkan terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa atau dialek bahasa ibu ke dalam bahasa atau dialek kedua. Maksud interferensi merupakan kekeliruan yng disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain, mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata.
Interferensi yang terjadi antara bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia disebabkan adanya pertemuan atau persentuhan antara dua bahasa tersebut. Interferensi ini bisa terjadi pada lafal, pembentukan kata, pembentukan kalimat, dan kosakata.
Menurut (Suwito, 1983:59) interferensi bahasa Indonesia dengan bahasa daerah berlaku bolak-balik, artinya unsur bahasa daerah bisa memasuki unsur bahasa Indonesia begitu pula sebaliknya. Namun, untuk bahasa asing interferensi cenderung hanya secara sepihak, maksudnya bahasa Indonesia sebagai bahasa resipien dan bahasa asing sebagai bahasa donor. Berikut bagan interferensi antara ketiga bahasa tersebut:
D1
D2
D3

Bahasa Indonesia
A1
A2
A3
Bahasa Asing Bahasa Daerah



Dari beberapa pendapat mengenai batasan interferensi, dapat diketahui bahwa interferensi merupakan akibat dari kontak bahasa yang pada dasarnya merupakan pemakaian dua buah sistem secara serempak kepada suatu unsur bahasa. Pada umumnya interferensi dianggap sebagai gejala tutur (speech parole), dan hanya terjadi pada diri dwibahasawan, Sedangkan peristiwanya dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi karena unsur-unsur serapan itu sebenarnya sudah ada padanannya dalam bahasa penyerap.
F. Bentuk-Bentuk Interferensi
Weinreich (1968:7) membagi interferensi berdasarkan bentuknya, yaitu:
1. interferensi bidang bunyi
2. interferensi bidang gramatika
3. interferensi bidang leksikal atau kosakata
Suwito (1983:55) mengemukakan bahwa interferensi dapat terjadi dalam semua komponen kebahasaan, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikal (kosakata).
Selain itu, Poedjosoedarmo (1978:36) membagi interferensi berdasarkan segi sifatnya, menjadi 3 macam yaitu: interferensi aktif, interferensi pasif, dan interferensi variasional. Interferensi aktif adalah kebiasaan dalam berbahasa daerah dipindahkan ke dalam bahasa Indonesia, interferensi pasif adalah penggunaan beberapa bentuk bahasa dan pola bahasa daerah, sedangkan interferensi variasional adalah kebiasaan menggunakan ragam tertentu ke dalam bahasa Indonesia.
Pada penelitian ini hanya dibahas mengenai intereferensi morfologi dan sintaksis bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia pada kolom “piye ya? “harian Suara merdeka.
1. Interferensi Morfologi
Morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah struktur atau bentuk kata, utamanya melalui penggunaan morfem (Crystal dalam Ba’dulu, 2004:1). Sedangkan morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna (Chaer, 1994:146). Contoh kata [berhak], terdiri dari dua morfem [ber] dan [hak].
Proses morfologi dalam bahasa Indonesia seperti yang dikemukakan oleh Ramlan (1985:63) yaitu berupa afiksasi, reduplikasi dan pemajemukan. Hal tersebut sama dengan proses morfologi bahasa Jawa, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi interferensi morfologi antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.
Menurut Suwito (1983:55) interferensi morfologi dapat terjadi apabila dalam pembentukan kata suatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain. Afiks suatu bahasa digunakan untuk membentuk kata dalam bahasa lain, Sedangkan afiks adalah morfem imbuhan yang berupa awalan, akhiran, sisipan, serta kombinasi afiks. Dengan kata lain afiks bisa memempati posisi depan, belakang, tengah bahkan di antara morfem dasar (Ramlan, 1985:63). Dalam bahasa sering terjadi penyerapan afiks ke-, ke-an dari bahasa Jawa, misalnya kata ketabrak, kelanggar dsb. Bentukan kata tersebut berasal dari bentuk dasar bahasa Indonesia + afiks bahasa daerah. Bentukan dengan afiks-afiks seperti ini sebenarnya tidak perlu, sebab dalam bahasa sudah ada padanannya berupa afiks ter-. Persentuhan unsur kedua bahasa itu menyebabkan perubahan sistem bahasa, yaitu perubahan pada struktur kata bahasa yang bersangkutan.
Selain berupa penambahan afiks, gejala-gejala interferensi morfologi dapat pula berupa reduplikasi, dan pemajemukan. Menurut Ramlan (1985:63) reduplikasi adalah pengulangan suatu satuan gramatika, baik seluruhnya maupun sebagian. Lihat pembahasan pada bab III.
2. Interferensi Sintaksis
Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan (Veerhar, 1990: 159). Sintaksis merupakan tata kalimat.
Interferensi sintaksis terjadi apabila dalam struktur kalimat satu terserap struktur kalimat bahasa lain (Suwito, 1983:56). Interferensi sintaksis dapat terlihat pada penggunaan serpihan kata, frasa dan klausa dalam kalimat (Chaer dan Leonie, 1995:162). Bentuk interferensi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia, misalnya: Rumahnya ayahnya Ali yang besar sendiri di kampung itu
Dalam kalimat tersebut terdapat unsur kalimat dari bahasa Jawa. Kalimat itu dalam bahasa Jawa adalah Omahe bapake Ali sing gedhe dhewe ing kampong iku.
Padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah Rumah ayah Ali yang paling besar di kampung itu. Adanya penyimpangan unsur struktur kalimat di dalam diri penutur terjadi karena kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (bahasa Indonesia) dengan bahasa daerah (bahasa Jawa).
Interferensi struktur termasuk peristiwa yang jarang terjadi. Tetapi karena pola struktur merupakan ciri utama kemandirian sesuatu bahasa, maka penyimpangan dalam level ini biasanya dianggap sesuatu yang mendasar sehingga perlu dihindarkan.










KERANGKA PEMIKIRAN

Penelitian Interferensi Morfologi dan Sintaksis
Bahasa Jawa dalam Bahasa Indonesia pada kolom “piye ya?”
Harian Suara Merdeka

KONTAK BAHASA

KEDWIBAHASAAN
Termasuk Masyarakat Tutur


FENOMENA TUTUR



CAMPUR KODE
INTERFERENSI
ALIH KODE





LEKSIKAL
SINTAKSIS
MORFOLOGI
FONOLOGI







FUNGSI
LATAR BELAKANG
BENTUK



- Morfologi - Kebiasaan penutur - Untuk menekankan
mengunakan bahasa makna
daerah sebagai bahasa pertama
- Sintaksis - Untuk mengungkapkan perasaan atau emosi
- Menunjukkan nuansa penutur
kedaerahan - Untuk lebih
- Menghaluskan makna menghormati mitra
tutur


BAB III
ANALISIS INTERFERENSI MORFOLOGI DAN SINTAKSIS
BAHASA JAWA DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA


A. Pengantar
Pada bab ini akan dikemukakan hasil analisis penelitian berdasarkan sampel yang berupa interferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia. Data dalam penelitian ini diambil dari surat kabar terbitan Jawa Tengah yaitu harian Suara Merdeka.
Pada bagian ini dideskripsikan mengenai bentuk interferensi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia, yaitu interferensi morfologi dan sintaksis. Selain itu dalam penelitian ini dibahas juga faktor yang melatarbelakangi objek penelitian, sehingga menyebabkan terjadinya interferensi serta fungsi digunakannya interferensi. Interferensi menurut Hortman & Stork dalam Alwasilah (1985:131) merupakan kekeliruan yang disebabkan terbawanya kebiasaaan-kebiasaaan ujaran bahasa atau dialek ibu kedalam bahasa atau dialek kedua.
Secara geografis, bahasa Jawa adalah bahasa ibu yang digunakan oleh masyarakat yang berasal dari wilayah Jawa Tengah dan sebagian wilayah Jawa Timur. Luasnya wilayah dan kendala geografis menyebabkan bahasa Jawa tampil dalam berbagai dialek. Bahasa Jawa yang akan dibahas pada penelitian ini adalah bahasa Jawa yang digunakan diwilayah Jawa Tengah.
Masyarakat Indonesia tidak sadar bahwa bahasa Indonesia yang digunakan sekarang ini bukanlah bahasa Indonesia yang murni, melainkan bahasa Indonesia yang sudah terpengaruh oleh bahasa daerah maupun bahasa asing. Bahasa daerah merupakan bahasa pertama yang dikenal mempunyai pengaruh yang besar terhadap bahasa Indonesia yang dikuasai kemudian. Pada bab sebelumnya telah dikemukakan bahwa setiap bahasa mempunyai struktur yang berbeda dengan bahasa lain. Sejalan dengan adanya anggapan bahwa bahasa Indonesia banyak terpengaruh oleh bahasa Jawa, maka dalam penelitian ini banyak ditemukan struktur bahasa Indonesia yang menyimpang. Penyimpangan inilah yang digolongkan sebagai interferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia.
Sebagai landasan penentuan jenis interferensi morfologi dan sintaksis, peneliti berpegang pada pemakaian bahasa Indonesia di samping mempergunakan kamus bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

B. Analisis Bentuk Interferensi
Berikut ini akan dibahas temuan-temuan bentuk interferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia. Gejala interferensi tediri dari dua unsur penting yaitu bahasa Jawa sebagai bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa penyerap. Penulis hanya menyajikan beberapa contoh data pada setiap jenis interferensi sekaligus diikuti pembahasannya, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca dalam memahami analisis penelitian ini. Berikut ini merupakan analisis interfereni bahasa Jawa terhadap bahasa Indonesia:



1. Interferensi Morfologi
Interferensi morfologi dapat terjadi apabila dalam pembentukan kata bahasa Indonesia menyerap unsur bahasa atau afiks lain, dalam hal ini terjadinya penyerapan unsur bahasa Jawa ke dalam pembentukan kata bahasa Indonesia. Persentuhan unsur kedua bahasa tersebut dapat menyebabkan perubahan sistem bahasa yang bersangkutan. Misalnya kata yang berafiks bahasa daerah dan berkata dasar bahasa Indonesia dan sebaliknya, namun struktur morfemisnya mengikuti proses morfologi bahasa daerah atau sebaliknya. Dalam bahasa Indonesia ada tiga unsur proses morfologi yaitu: proses pembubuhan afiks (afiksasi), proses pengulangan (reduplikasi), proses pemajemukan (komposisi) (Ramlan, 1985:51-82)
Sama halnya dengan proses morfologis bahasa Indonesia, pada penelitian ini juga akan dibahas tentang interferensi morfologis bahasa Jawa yang berupa afiksasi, pengulangan, serta pemajemukan.

1.1 Interferensi berupa Afiksasi
Interferensi morfologi dapat terjadi pada proses pembentukan bentuk dasar bahasa Indonesia dengan pembubuhan afiks bahasa Jawa. Proses pembubuhan afiks tersebut dinamakan afiksasi. Afiks adalah morfem terikat yang berupa awalan (prefiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks) dan kombinasi afiks (konfiks) (Agustien dkk, 1999:15). Pada penelitian ini ditemukanadanya interferensi yang terjadi karena adanya proses afiksasi yang meliputi pelesapan awalan, penambahan bentuk awalan, penambahan bentuk akhiran, pertukaran bentuk awalan, dan pertukaran bentuk akhiran. Sedangkan proses afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada suatu satuan, baik satuan itu berbentuk tunggal atau kompleks (Ramlan: 1985:49).
Berikut ini disajikan analisis interferensi morfologi bahasa Jawa dalam tuturan bahasa Indonesia yang berupa afiks.

1.1.1 Pemakaian prefiks Nasal N- Bahasa Jawa
Pada penelitian ini diketahui bahwa prefiks N- sering digunakan oleh penutur Jawa saat menggunakan bahasa Indonesia. Penambahan prefiks nasal N- pada kata dasar bahasa Indonesia dapat mengakibatkan interferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia. Pemakaian prefiks N- pada tuturan yang ada dalam penelitian ini merupakan prefiks bahasa Jawa sebagai pengganti bentuk prefiks bahasa Indonesia yaitu meN-. Pemakaian prefiks nasal N- bahasa Jawa dapat terjadi karena kebiasaan penutur dalam melafalkan kata kerja bahasa Jawa pada saat berbicara menggunakan bahasa Indonesia.
Fungsi gramatikal prefiks N- sebagian besar membentuk kata kerja aktif baik transitif maupun intransitif. Prefiks N- bahasa Jawa mempunyai empat alomorf, yaitu n-, m-, ng-, dan ny- (Suwadji, 1986: 9).
Pada penelitian ini ditemukan adanya pemakaian prefik N- yang merupakan bentuk nasalisasi bahasa Jawa dapat dilihat pada tuturan berikut:
(1) BAPAK kapolres kab Semarang, mohon menempatkan petugas didepan kantor Polres, karena personel Anda & tamu sering seenaknya kalau nyebrang (08122887xxx)
(PY/12/4 okt 06)


(2) MENGAPA pohon mahoni di kanan kiri jalan kuwu-Doro ditebang, tanpa ada rencana peremajaan? itukan Aset Pemdes Kuwu, kok oknum perangkat desa yang ngatur. Apakah 28 batang semua untuk jembatan darurat. (081326165xxx)
(PY/2/11 Sept 06).

(3) PAK Wali Kota Salatiga, aku ada usul kalau jalur angkot no. 4 lewat Macanan, Dayaan, Druju kan bisa nambah trayek baru, bukan jurusan Kalibening saja. (085640067xxx)
(PY/24/9 Nov 06)
(4) PAK Bupati Kendal kapan mengaspal jalan Tambakrejo-Patebon. Masyarakat pada nunggu setelah menang pilkada. (08174171xxx)
(PY/21/7 Nov 06)


Kata nyeberang, nyimpen, ngatur, nunggu, dan nambah diatas merupakan kata dasar bahasa Indonesia yang mendapat awalan N- bahasa Jawa. Kata tersebut dalam bahasa Indonesia adalah seberang, pikir, atur, tunggu dan tambah. Bentuk kata tersebut mendapat awalan bunyi nasal N- bahasa Jawa sehingga berubah menjadi nyebrang, mikir, ngatur, nunggu dan nambah. Analisis pembentukan kata dasar bahasa Indonesia yang mendapat prefiks N- bahasa Jawa adalah sebagai berikut:
a. N- menjadi ny-
Bunyi ny- muncul pada kata dasar yang berawalan bunyi s dan c.
Nyebrang = ny- + seberang
Bunyi s di awal kata dasar menjadi luluh.
b. N- menjadi ng-
Bunyi ng- muncul pada kata dasar yang berawalan bunyi k, g, vokal, l, r, w y.
Ngatur = ng- + atur

c. N- menjadi n-
Bunyi n- muncul pada kata dasar yang berawalan bunyi t, d, th dan dh.
Nunggu = n- + tunggu
Nambah = n- + tambah
Bunyi t di awal kata dasar pada data diatas luluh.
Dalam kaidah bahasa Indonesia, tidak terdapat pembentukan kata yang mendapat prefiks N- pada kata dasar seperti data di atas. Berdasarkan analisis pembentukan kata diatas dapat di ketahui bahwa kaidah pembentukan kata bahasa Jawa yaitu dengan penambahan prefiks N- sedangkan pembentukan kata bahasa Indonesia digunakan penambahan prefiks meN-. Bentukan kata seperti nyeberang, ngatur, nunggu, dan nambah merupakan kebiasaan penutur bahasa Jawa yang melafalkan bentuk kata kerja bahasa Jawa yang telah mengalami proses morfofonemik, seperti contoh dalam bahasa Jawa yaitu kata tulis menjadi nulis, bayar menjadi mbayar, sebar menjadi nyebar. Bentuk kata yang telah terinterferensi tersebut sebaiknya diganti ke dalam bahasa Indonesia dengan prefiks meN-.
Sehingga didapatkan bentuk kata tersebut yang benar adalah menyeberang, mengatur, menunggu dan menambah. Adapun analisis pembentukannya adalah:
Menyeberang = meN- + seberang
Kata menyeberang telah mengalami proses morfofonemik yaitu berupa proses penaggalan yang terjadi pada morfem meN yang bertemu dengan kata dasar dengan fonem awal s.

Mengatur = meN- + atur
Kata mengatur juga telah mengalami proses morfofonemik berupa perubahan fonem N-. fonem N- pada meN- akan berubah menjadi ng- apabila dasar kata yang mengikutinya antara lain berfonem awal a.
Menunggu = meN- + tunggu
Menambah = meN- + tambah
Kata menunggu dan menambah juga mengalami proses morfofonemik yaitu berupa penanggalan fonem t.
Berdasarkan pembentukan kata dalam bahasa Indonesia di atas, maka tuturan tersebut dapat digantikan dengan tuturan sebagai berikut:
1.a BAPAK kapolres kab Semarang, mohon menempatkan petugas didepan kantor Polres, karena personel Anda & tamu sering seenaknya kalau menyeberang (08122887xxx)
(PY/12/4 okt 06)

Nyeberang = menyeberang (Bau Sastra Jawa: 1).

2.a MENGAPA pohon mahoni di kanan kiri jalan kuwu-Doro ditebang, tanpa ada rencana peremajaan? itukan Aset Pemdes Kuwu, kok oknum perangkat desa yang mengatur. Apakah 28 batang semua untuk jembatan darurat. (081326165xxx)
(PY/2/11 Sept 06).

Ngatur = mengatur (Kamus Lengkap Bahasa Jawa: 441).

3.a PAK Bupati Kendal kapan mengaspal jalan Tambakrejo-Patebon. Masyarakat pada menunggu setelah menang pilkada. (08174171xxx)
( PY/24/7 Nov 06)

Nunggu = menunggu (Kamus Bahasa Jawa: 559).

4.a PAK Wali Kota Salatiga, aku ada usul kalau jalur angkot no. 4 lewat Macanan, Dayaan, Druju kan bisa menambah trayek baru, bukan jurusan Kalibening saja. (085640067xxx)
(PY/21/9 Nov 06)

Nambah = menambah (Kamus Bahasa Jawa: 536)
1.1.2 Penambahan Prefiks
Penambahan bentuk awalan yang dimaksud pada penelitian ini adalah penggabungan awalan dari dua bahasa yang berbeda, yaitu awalan bahasa Indonesia yang dilekatkan pada kata dasar bahasa Jawa. Dalam penelitian ini ditemukan adanya interferensi afiksasi yaitu penambahan awalan bahasa Indonesia pada kata dasar bahasa Jawa:
a. Pemakaian Prefiks ber- Bahasa Indonesia

Penambahan prefiks ber- bahasa Indonesia pada kata dasar bahasa Jawa dapat dilihat pada data berikut:
(5) PAK Bupati Grobogan, kami sama-sama guru SD Negeri tapi kenapa yang NIP 13… dapat THR dan yang berNIP 15… hanya ngaplo? apa mereka termasuk orang yang beruntung? (08122544xxx)
(PY/ 35/ 18 Nov 06)


Bentukan kata yang dicetak miring di atas berasal dari afiks ber- bahasa Indonesia dengan kata dasar untung bahasa Jawa. Bentukan kata ber + untung dianggap oleh penutur sebagai kata bahasa Indonesia. Kata untung dalam bahasa Indonesia sepadan dengan kata mujur atau bahagia. Penggabungan kata dasar bahasa Jawa untung dan afiks bahasa Indonesia ber- oleh dwibahasawan dapat menimbulkan terjadinya interferensi afiksasi dalam pemakaian bahasa Indonesia.
Dengan demikian tuturan tersebut dapat diganti dengan tuturan sebagai berikut:
5.a PAK Bupati Grobogan, kami sama-sama guru SD Negeri tapi kenapa yang NIP 13… dapat THR dan yang berNIP 15… hanya ngaplo? apa mereka termasuk orang yang mujur? (08122544xxx)
(PY/ 35/ 18 Nov 06)


1.1.3 Penambahan Sufiks
a. Penambahan Sufiks –an Bahasa Jawa Pada Kata Dasar
Sufiks –an pada bentuk dasar yang berupa bentuk prakategorial, kata benda, kata keadaan atau kata sifat dan kata kerja.
Berikut ini contoh data yang menggunakan imbuhan -an pada kata dasar yang terpengaruh oleh bahasa Jawa:
(6) JABATAN Lurah di Demak tak perlu diperpanjang, yang demo orang bayaran semua (081325519xxx)
(PY/40/ 25 Nov 06)

(7) PAK Bupati Demak, saya mau laporan, masak perbaikan jalan Dempet-Gajah yang baru di mulai aja sudah pada rusak. Aspalnya kebanyakan kali ya, tolong di cek dong. (08132577xxx)
(PY/11/3 Okt 06)

Kata bayaran dan laporan dalam konteks kalimat di atas merupakan kata dasar bahasa Indonesia yang terinterferensi oleh akhiran –an bahasa Jawa. Dalam tuturan di atas kata-kata tersebut tidak perlu lagi di beri imbuhan –an. Kata bayaran dan laporan mendapat pengaruh unsur bahasa Jawa yang dipindahkan dalam bahasa Indonesia, apabila kata tersebut digunakan dalam kalimat berbahasa Indonesia sebaiknya diganti dengan kata yang sepadan atau sufiks –an tersebut dihilangkan.
Kata-kata tersebut dalam bahasa Indonesia sepadan dengan kata yang di bayar, melapor. Pemakaian sufiks –an pada konteks kalimat di atas terinterferensi oleh bahasa Jawa, karena dalam tuturan berbahasa Indonesia terdapat kata bahasa Indonesia yang mendapat imbuhan –an bahasa Jawa yang menyatakan verba.


Wujud tuturan di atas dapat diganti dengan tuturan:
6.a JABATAN Lurah di Demak tak perlu diperpanjang, yang demo orang bayaran semua (081325519xxx)
(PY/40/ 25 Nov 06)

7.a PAK Bupati Demak, saya mau laporan, masak perbaikan jalan Dempet-Gajah yang baru di mulai aja sudah pada rusak. Aspalnya kebanyakan kali ya, tolong di cek dong. (08132577xxx)
(PY/11/3 Okt 06)

b. Penambahan Sufiks –an Pada Kata Dasar yang Bermakana Lokatif
Penambahan sufiks –an pada kata dasar yang bernakna tempat juga ditemukan dalam penelitian ini. Penggunaan sufiks –an merupakan pengaruh dari bahasa Jawa. Contoh pengunaan sufiks –an dapat dilihat pada contoh data dibawah ini:
(8) PIYE to iki. dapat intensif masih suruh bayar kegiatan kemah. Sebenarnya yang menanggung semua biaya kemah itu guru wiyata bhakti apa pihak sekolahan? (085 225 884 xxx)
(PY/33/16 Nov)

(9) KAPOLSEK Sukorejo sudah menertibkan jalur jalan pasar Sukorejo-Kendal, kapan satpol PP menertibkan PKL permanen yang membuat macet jalanan (08157705xxx)
(PY/4/13 Sept 06)

Sufiks-an yang melekat pada kata dasar yang bermakna tempat tersebut terpengaruh oleh unsur bahasa Jawa yang dipindahkan ke dalam pembentukan kata bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia, kata benda yang digunakan untuk menunjukkan lokasi atau tempat tidak perlu ada penambahan sufiks-an, karena kata tersebut sebenarnya sudah menunjukan tempat.
Sama halnya dengan kata yang dicetak miring pada data di atas. Sufiks-an yang melekat pada kata dasar sekolah dan jalan sebaiknya dihilangkan saja, karena baik kata sekolah menjadi sekolahan serta jalan menjadi jalanan sebenarnya sudah menunjukan tempat. Sufiks-an pada kata sekolahan dan jalanan tidak berfungsi apabila kata tersebut dipindahkan dalam kalimat berbahasa Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa kebiasaan penggunaan sufiks –an yang bermakna lokatif termasuk interferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia. sehingga dwibahasawan menganggap bahwa kata sekolahan dan sekolahan, serta jalan dan jalanan adalah sama. Wujud tuturan yang benar adalah sebagai berikut:
8.a PIYE to iki.. dapat intensif masih suruh bayar kegiatan kemah. Sebenarnya yang menanggung semua biaya kemah itu guru wiyata bhakti apa pihak sekolah? (085 225 884 xxx)
(PY/33/16 Nov)

9.a KAPOLSEK Sukorejo sudah menertibkan jalur jalan pasar Sukorejo-Kendal, kapan satpol PP menertibkan PKL permanen yang membuat macet jalan (08157705xxx)
(PY/4/13 Sept 06)


1.1.4 Pertukaran Prefiks
Pertukaran bentuk awalan pada penelitian ini berupa tertukarnya atau menggantikan awalan bahasa Jawa dengan bahasa ke dua yaitu bahasa Indonesia.
Peristiwa pertukaran bahasa pertama kepada bahasa kedua menyebabkan adanya penyimpangan yang berlaku pada bahasa kedua. Peristiwa ini dapat menimbulkan terjadinya interferensi. Peristiwa tersebut dapat dilihat pada data berikut ini:


a. Pemakaian Prefiks ke- Bahasa Jawa Pengganti ter- Bahasa Indonesia
Berikut ini merupakan contoh kata yang mengalami interferensi morfologi yang berupa peristiwa petukaran prefiks ke- bahasa Jawa sebagai pengganti ter- bahasa Indonesia:
(10) PAK Kapolres, PSK di Bandungan yang ketangkap kok Cuma 13 orang, padahal yang kerja ratusan. Mohon kalau razia diperketat. (085659717xxx)
(PY/ 20/30 Okt 06)

(11) PAK Wali Salatiga, mbok tolong pasir di pertigaan Jl. Monginsidi dibersihkan, sudah banyak pengendara motor yang kepleset. (081575632xxx)
(PY/28/14 Nov 06)

(12) DI sepanjang jalan raya depan Ps Cepiring tiap pagi selalu untuk parkir truk besar sampai makan jalur sepeda atau pejalan kaki. Kasihan anak-anak yang mau sekolah, kepekso jalan makin ke pinggir. Kepada yang berwenang mbok yao peduli dikitlah! (081390503xxx)
(PY/38/20 Nov 06)


Prefiks ke- yang di temukan pada data ini adalah prefiks ke- yang berasal dari bahasa Jawa. Dalam kaidah bahasa Indonesia bentuk prefiks ke- bahasa Jawa dapat dipadankan dengan prefiks ter- bahasa Indonesia.
Dalam bahasa Indonesia bentuk awalan ter- memiliki fungsi pembentuk kata kerja pasif dan mempunyai beberapa makna di antaranya:
1. Menyatakan makna” ketidak sengajaan”. Misalnya: terinjak, terbawa
2. Menyatakan makna “ketiba-tibaan”. Misalnya: terjatuh, tertidur
3. Menyatakan makna”kemungkinan”. Misalnya: tidak terlihat, tidak terdengar
4. Menyatakan makna “paling”. Misalnya: terpendek, terkecil
5. Menyatakan makna “ aspek perspektif”. Misalnya: terbagi, terhukum
(Ramlan, 1987: 121-123)
Bentuk kata ketangkap, kepeleset dan kepaksa dalam bahasa Indonesia merupakan kata yang terpengaruh struktur kata bahasa Jawa, yaitu prefiks ke- dilekatkan pada bentuk dasar tangkap sehingga menjadi ketangkap, pleset menjadi kepeleset, pekso menjadi kepeksa. Dalam bahasa Indonesia bentuk katanya seharusnya tertangkap, terpeleset, dan terpaksa. Tertangkap artinya dalam keadaan sudah di-, terpeleset yang bermakna ketidaksengajaan, terpaksa mempunyai makna sesuatu yang di-.
Dari uraian di atas dapat dilihat adanya kesejajaran/kesepadanan antara bentuk awalan ter- (Indonesia) dan ke- (Jawa). Adanya kesepadanan kata-kata tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi pertukaran di antara keduanya yang dapat menimbulkan terjadinya interferensi bahasa.
Bentuk tuturan yang benar sesuai dengan bahasa Indonesia yaitu:
10.a PAK Kapolres, PSK di Bandungan yang tertangkap kok Cuma 13 orang, padahal yang kerja ratusan. Mohon kalau razia diperketat. (085659717xxx)
(PY/20/30 Okt 06)

11.a PAK Wali Salatiga, mbok tolong pasir di pertigaan Jl. Monginsidi dibersihkan, sudah banyak pengendara motor yang terpleset. (081575632xxx)
(PY/28/14 Nov 06)

12.a DI sepanjang jalan raya depan Ps Cepiring tiap pagi selalu untuk parkir truk besar sampai makan jalur sepeda atau pejalan kaki. Kasihan anak-anak yang mau sekolah, terpaksa jalan makin ke pinggir. Kepada yang berwenang mbok yao peduli dikitlah! (081390503xxx)
(PY/38/20 Nov 06)







1.1.5 Pertukaran Sufiks
a. Sufiks e- Bahasa Jawa Menjadi –nya Bahasa Indonesia
Bentuk akhiran –nya dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 macam arti, yaitu –nya sebagai kata ganti ketiga tunggal (baik sebagai pelaku atau pemilik) dan berstatus sebagai akhiran atau sufiks (Agustien, 1999:44).
- Sufiks –nya sebagai orang ketiga tunggal (pelaku, pemilik)
Misalnya: kerbaunya, bajunya
- Sufiks –nya berfungsi sebagai pembedaan suatu kata, baik dari kata kerja maupun kata sifat. Misalnya: korannya, buruknya
- Sufiks –nya menjelaskan atau menekankan kata yang di depannya. Misalnya: hantunya
- Sufiks –nya berfungsi menjelaskan situasi. Misalnya: kencangnya, susahnya
- Beberapa kata kerja yang dibentuk dengan menggunakan akhiran –nya. Misalnya: sesungguhnya
Dalam penelitian ini ditemukan adanya bentuk akhiran e- bahasa Jawa sebagai pengganti -nya bahasa Indonesia. Pemakaian akhiran e- dalam tuturan berbahasa Indonesia dapat mengakibatkan terjadinya intrferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia. Sufiks e- bahasa Jawa dapat bervariasi dengan sufiks –ne. Berikut disajikan data yang menerangkan bahwa akhiran e- bahasa Jawa memiliki persamaan makna dengan akhiran –nya bahasa Indonesia
(13) BAGAIMANA nasibe PKL di pasar Purwodadi yang rencananya dipindah. PKL jadi resah karena pemindahannya tidak adil. (081390141xxx)
(PY/10/28 Sept 06)



(14) BUAT Direktur PDAM Salatiga, carane gimana to kalau mau lapor soal keluhan air PAM, lapor di loket sudah puluhan kali, di telepon hampir tiap hari ya tidak ada perbaikan. Pak Dirut jalan-jalan aja ke Seruni, semua air mati. (081333085xxx)
(PY/17/7 Okt 06)

Kata-kata yang dicetak miring nasibe dan carane merupakan kata dasar bahasa Indonesia yang terinterferensi oleh akhiran bahasa Jawa. Penambahan sufiks –e pada kata nasibe digunakan penutur untuk ‘menekankan kata yang ada di depannya’, sedangkan sufiks e- pada kata carane digunakan penutur untuk menyatakan ‘pelaku yaitu cara + dia’. Sehingga kata yang bercetak miring di atas dapat diganti atau dipadankan dengan kata dalam bahasa Indonesia yaitu nasibnya dan caranya, interferensi tersebut digunakan oleh penutur karena kebiasaan penutur menggunakan bentuk e- pada saat berbicara menggunakan bahasa Indonesia.
Bentuk tuturan tersebut dapat diganti dengan tuturan berikut:
13.a BAGAIMANA nasibnya PKL di pasar Purwodadi yang rencananya dipindah. PKL jadi resah karena pemindahannya tidak adil. (081390141xxx)
PY/10/28 Sept 06)

14.a BUAT Direktur PDAM Salatiga, caranya gimana to kalau mau lapor soal keluhan air PAM, lapor di loket sudah puluhan kali, di telepon hampir tiap hari ya tidak ada perbaikan. Pak Dirut jalan-jalan aja ke Seruni, semua air mati. (081333085xxx)
(PY/17/7 OKT 06)










1.1.6 Pertukaran Konfiks

a. Afiks ke-an Pengganti Kata “ terlalu”
Dilihat dari pemakaiannya afiks gabungan ke-an dapat bervariasi dengan ka-an dalam bahasa Jawa. Afiks ke-an mempunyai makna terlalu dalam bahasa Indonesia. Berikut ini merupakan contoh tuturannya:
(15) BAPAK polisi pamong praja, gimana to kok alun-alun mini Ungaran tiap malam di jadikan tempat mabuk anak remaja saya dan anak saya kurang nyaman, tolong ada ketegasan. Apa jangan-jangan bapak kerepotan mengatasinya. (085647699xxx)
(PY/37/18 Nov 06)

(16) DEPAG grobogan ketegelen, masak THR untuk guru swasta di potong RP. 15.000/orang (38 anak). Piye ki kakandepagnya. (081225620xxx)
(PY/22/7 Nov 06)

Bentuk kata yang di cetak miring tersebut merupakan kata yang mendapat afiks gabung ke-an bahasa Jawa yang mempunyai makna /terlalu/ bahasa Indonesia. Kata kerepotan dan ketegelen merupakan kata berafiks ke-an dan ke-en yang dilekatkan pada kata dasar repot dan tegel. Dalam bahasa Indonesia tidak terdapat kata kerepotan dan ketegelen, karena bentuk kata tersebut merupakan bentuk adjektiva yang berasal dari bahasa Jawa, sehingga kata tersebut dalam bahasa Indonesia dapat dipadankan dengan kata terlalu repot dan terlalu tega.
Afiks ke-an bahasa Indonesia berfungsi membentuk kata benda. Misalnya kata kebenaran, ketahuan dsb, sedangkan afiks ke-an bahasa Jawa berfungsi membentuk kata kerja pasif yang pada umumnya mempunyai arti dikenai pekerjaan yang tersebut pada bentuk dasar. Pada data di atas afiks ke-an dipakai sebagai pengganti kata yang sepadan dalam bahasa Indonesia yaitu terlalu. Untuk lebih jelasnya berikut ini di sajikan analisis bentuk kata bahasa Jawa yang ada pada data di atas:
1. kerepoten : ke + repot + an
Artinya repot banget
2. ketegelen : ke + tegel + en
Artinya tegel banget
Dari analisis bentukan kata tersebut dapat diketahui bahwa afiks ke-an pada data di atas yang mempunyai makna terlalu, merupakan pengaruh unsur afiks bahasa Jawa yang dipindahkan dalam bahasa Indonesia. Interferensi afiks ke-an bahasa Jawa terjadi karena kebiasaan penutur barbahasa ibu, sehingga pada saat penutur berbahasa Indonesia terpengaruh oleh bahasa pertama.
Wujud tuturan di atas dapat diganti dengan tuturan sebagai berikut:
15.a BAPAK polisi pamong praja, gimana to kok alun-alun mini Ungaran tiap malam di jadikan tempat mabuk anak remaja saya dan anak saya kurang nyaman, tolong ada ketegasan. Apa jangan-jangan bapak terlalu repot mengatasinya. (085647699xxx)
(PY/37/18 Nov 06)

16.a DEPAG Grobogan terlalu tega, masak THR untuk guru swasta di potong RP. 15.000/orang (38 anak). Piye ki kakandepagnya. (081225620xxx)
(PY/22/7 Nov 06)


1.1.7 Pelesapan afiks yang utuh

Bentuk kata kerja yang ada dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa adalah intransitive. pada penelitian ini ditemukan adanya interferensi morfologi yang berupa pelesapan afiks yang utuh. adanya penghapusan atau pelesapan afiks unsur yang trinterferensi terjadi akibat kebiasaan penutur dalam berbahasa ibu. pada objek penelitian ini penghapusan afiks yang utuh dapat dilihat pada penggunaan struktur dan kosakata bahasa Indonesia, khususnya pada bentuk kata yang lebih singkat.
Adanya pemakaian kata yang menyimpang dari struktur yang berlaku pada bahasa tersebut dapat menimbulkan terjadinya interferensi. berikut merupakan contoh tuturan yang berupa pelesapan afiks yang utuh:
(17) PAK Direktur PDAM Purwodadi, saya punya pertanyaan yang harus dijawab. Kapan air di sebelah timur perempatan Tuku lancar? sudah bayar mahal tapi airnya macet terus. (081325xxx)
(PY/ 13/ 4 Okt 06)

Bentuk kata yang bercetak miring di atas merupakan kata dasar bahasa Indonesia. Bentuk kata punya telah mengalami interferensi yaitu berupa penghapusan awalan baik di awal maupun akhir kata. Pada konteks bahasa Indonesia kata punya seharusnya mendapat afiks meN- i. Kata punya tersebut telah terpengaruh oleh struktur bahasa Jawa, dapat dilihat pada contoh kata dalam bahasa Jawa yang memang tidak mendapat afiks yaitu Aku duwe kanca sing pinter maca puisi. Dengan kata lain, pelesapan afiks pada konteks kalimat merupakan pengaruh kebiasaan dalam berbahasa Jawa.

1.2 Reduplikasi
Ramlan menyatakan bahwa reduplikasi adalah pengulangan suatu satuan gramatika, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak (1985:63).
Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian ini, ditemukan adanya interferensi berupa reduplikasi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia. Wujud reduplikasi yang ditemukan dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi kata ulang utuh atau dwilingga, kata ulang berimbuhan atau kata ulang bersambungan dan kata ulang berubah bunyi atau dwilingga salin suara.
Tuturan di bawah ini merupakan wujud interferensi reduplikasi bahasa Jawa dalam kalimat bahasa Indonesia:

a. Kata Ulang Berimbuhan atau Kata Ulang Bersambungan
Semua jenis perulangan kata yang salah satu unsurnya atau kedua unsurnya mendapat imbuhan, dapat berupa awalan, sisipan, akhiran atau konfiks (Agustien, 1999:51).Contoh: memukul-mukul dan mobil-mobilan.
Selain interferensi kata ulang utuh, dalam penelitian ini ditemukan pula jenis kata ulang berimbuhan. Berikut ini mrupakan contoh data yang termasuk dalam interferensi bentuk ulang berimbuhan:
(18) POLRES Grobogan tolong tertibkan pengemudi bus Purwodadi-Solo yang ugal-ugalan, sangat membahayakan pemakai jalan & beritahu cara mengemudi yang sopan & bijak (081326286xxx)
(PY/9/25 Sept 06)

Ugal-ugalan = kurang ajar (KBJ: 564)

(19) SATPOL PP kab. Semarang tolong PkL yang jualan di Jl. A. Yani ditertibkan, terutama yang menjorok di badan jalan. Jangan hanya PSK Bandungan saja yang di oyak-oyak (085640998xxx)
(PY/29/14 Nov 06)

Di oyak-oyak = di kejar-kejar (KBJ: 452)


Bentuk kata di oyak-oyak dann ugal-ugalan termasuk bentuk ulang bahasa Jawa yang mendapat afiks di-, -an, dan N-+i. Penggunaan bentuk ulang berimbuhan bahasa Jawa tersebut dapat mengakibatkan interferensi apabila digunakan pada saat berbicara dengan bahasa Indonesia. Kata dioyak-oyak dapat dipadankan dengan kata dikejar-kejar, ugal-ugalan berarti mengendarai dengan kecepaan tinggi. Penutur menggunakan kata ulang berimbuhan dari bahasa Jawa pada saat berbicara dengan bahasa Indonesia, karena penutur terpengaruh oleh kebiasaan menggunakan bahasa Jawa.
18.a POLRES Grobogan tolong tertibkan pengemudi bus Purwodadi-Solo yang kurang ajar, sangat membahayakan pemakai jalan & beritahu cara mengemudi yang sopan & bijak (081326286xxx)
(PY/9/25 Sept 06)


19.a SATPOL PP kab. Semarang tolong PkL yang jualan di Jl. A. Yani ditertibkan, terutama yang menjorok di badan jalan. Jangan hanya PSK Bandungan saja yang di oyak-oyak (085640998xxx)
(PY/29/14 Nov 06)


b. Kata Ulang Berubah Bunyi atau Dwilingga Salin Swara
Yaitu semua bentuk perulangan kata yang salah satu unsur berubah bunyinya (Agustien, 1999:51)
Pada penelitian ini ditemukan adanya bentuk kata ulang dengan perubahan bunyi, dalam hal ini bentuk kata ulang bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Iindonesia. Contoh data dapat dilihat pada tuturan berikut:
(20) MOHON perhatian Pak Bupati Semarang, di lingkungan Rt 1 Rw 1 Gedang Anak sudah banyak warga yang kena DBD. Kenapa belum ada fogging, padahal warga sudah bola-bali lho lapor ke Dinas Kesehatan sejak bulan lalu. (085225625xxx)
(PY/23/9 Nov 06)

Kata bola-bali yang terdapat pada data di atas merupakan kata ulang bahasa Jawa yang mempunyai makna ‘kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang atau terus menerus’. Kata tersebut termasuk interferensi morfologi, karena kata tersebut dipakai pada saat penutur menggunakan bahasa Indonesia. Kata tersebut dapat diganti sesuai dengan kata ulang yang sama dalam bahasa Indonesia, yaitu pulang-pergi yang maknanya ‘selalu datang atau selalu kembali’ (KBJ: 304).
20.a MOHON perhatian Pak Bupati Semarang, di lingkungan Rt 1 Rw 1 Gedang Anak sudah banyak warga yang kena DBD. Kenapa belum ada fogging, padahal warga sudah pulang pergi lho lapor ke Dinas Kesehatan sejak bulan lalu. (085225625xxx)
(PY/23/9 Nov 06)

1.3 Kata Majemuk (kompositum)
Kata majemuk adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan arti ( Agustien, 1999:54)
Contoh kata majemuk dalam bahasa Indonesia yaitu: orang tua, kaki tangan, matahari dll.
Pada penelitian ini ditemukan adanya interferensi pemajemukan kata bahasa Jawa dalam penggunaan bahasa Indonesia yang membentuk kata majemuk atau kompositum. Interferensi kompositum terdapat dalam data di bawah ini:
(21) PAK Hendy dan Camat pageruyung tolong perangkat desa Pucakwangi didingatkan, SLT itu untuk yang tak mampu. Kenapa dipotong aparat desa? Nuwun Sewu lo pak. (0817240xxx)
(PY/19/9 Okt 06)

Nuwun sewu = minta permisi atau minta izin (KBJ: 30)

Kata nuwun sewu bersepadan dengan kata dalam bahasa Indonesia yaitu: minta permisi (kamus besar bahasa Indonesia). Kata di atas terpengaruh oleh unsur bahasa Jawa yang dipindahkan dalam kalimat bahasa Indonesia, sehingga dapat menimbulkan terjadinya interferensi bahasa Jawa terhadap kalimat berbahasa Indonesia. Pemakaian unsur kata-kata bahasa Jawa di atas karena penutur ingin menghormati mitra tutur sebagai orang yang dihormati.
2. Interferensi Sintaksis
Seperti telah dikemukakan pada bab sebelumnya, interferensi sintaksis dapat terjadi jika dalam suatu tuturan terdapat penggunaan serpihan kata, frasa dan klausa (Chaer dan leonie, 1995: 162). Pada penelitian ini interferensi sintaksis terjadi pada penggunaan bahasa Jawa yang terbawa dalam pemakaian bahasa Indonesia.
Berdasarkan data yang ada, dalam penelitian ini ditemukan adanya wujud interferensi sintaksis yang berupa:
2.1 Pemakain Kata (Leksikon)
Kata merupakan satuan gramatikal bebas yang terkecil, maksudnya satuan yang tidak dapat dipecah-pecah menjadi bagian yang lebih kecil yang masih mengandung makna (Ramlan, 1987: 33)
a. Pemakaian Kata Bahasa Jawa
Pada penelitian ini ditemukan adanya pemakaian kata bahasa Jawa pada tuturan berbahasa Indonesia. Kata bahasa Jawa pada penelitian ini berupa penggabungan prefiks N- dan sufiks –ake (N- + -ake) dan penambahan Berikut ini merupakan contoh tuturan yang mengandung prefiks N- tanpa sufiks:
(22) DEPAG Grobogan aneh 4 Agustus jam 10.00an ngumumake persyaratan guru kontrak, 5 Agustus harus sudah dikumpulkan (waktu semalam buat ngurus kelakuan baik). Gimana karepe to? (081325661xxx)
(PY/ 6/14 Sept 06)

(23) YTH. Pak Bupati Demak, kenapa dijajaran Dinkes masih ada pungutan untuk kenaikan pangkat. Untuk golongan II Rp. 50.000. Golongan III Rp. 65.000. Katanya untuk fotokopi & uang lelah. Padahal sewaktu dikumpulkan di pendopo, Pak Bupati ngendikan gratis. (081275xxx)
(PY/25/10 Nov 06).

Berdasarkan data di atas penggabungan prefiks N- + sufiks –ake dalam bentukan N- + ake pada penelitia ini didasarkan pada kenyataan bahwa sufiks –ake pada umumya tidak dapat dipisahkan. Sufiks –ake dalam kata yang bercetak miring di atas tidak pernah ada tanpa digabungkan dengan prefiks N- atau afiks yang lain. Fungsi gramatikal afiks N- ake yang dibubuhkan pada kata benda ialah membantuk kata kerja transitif dari kata benda itu. Sedangkan artinya adalah melakukan perbuatan untuk orang lain. Berikut dapat dilihat analisis pembentukan katanya:
Ngumumke ‘ mengumumkan’ N- + umum + -ake
Afiks N-ake yang dibubuhkan pada kata kerja transitif pada data di atas menyatakan arti’berbuat untuk orang lain atau pihak lain’ yaitu mengumumkan.
Kata ngendikan merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa yang dalam bahasa Indonesia berarti berbicara. Penutur menggunakan kata tersebut untuk menghormati lawan tutur.
Berdasarkan analisis di atas, maka tuturan yang ada dalam kalimat tersebut dapat diganti dengan:
22.a DEPAG Grobogan aneh 4 Agustus jam 10.00an mengumumakan persyaratan guru kontrak, 5 Agustus harus sudah dikumpulkan (waktu semalam buat ngurus kelakuan baik). Gimana karepe to? (081325661xxx)
(PY/ 6/14 Sept 06)

23.a YTH. Pak Bupati Demak, kenapa dijajaran Dinkes masih ada pungutan untuk kenaikan pangkat. Untuk golongan II Rp. 50.000. Golongan III Rp. 65.000. Katanya untuk fotokopi & uang lelah. Padahal sewaktu dikumpulkan di pendopo, Pak Bupati bicara gratis. (081275xxx)
(PY/25/10 Nov 06).


Wujud interferensi berupa pemakaian kata juga dapat dilihat pada contoh tuturan berikut:
(24) APA betul kepala pasar dan Bupati Kendal takut dengan penguasa parker di depan pasar sukorejo, seperti yang ramai diomongkan banyak orang? (085865970xxx)
(PY/ 15/7 Oktober 2006)

Seperti halnya prefiks N- proses pembentukan kata dengan pembubuhan prefiks di- dalam pemakaiannya dapat digabungkan dengan sufiks. Pada penelitian ini ditemukan adanya penambahan prefiks di- didikuti oleh sufiks bahasa Indonesia yang melekat pada kata dasar bahasa Jawa. Peristiwa penambahan konfiks pada dua bahasa yang berbeda tersebut juga dapat mengakibatkan interferensi.
Bentuk tuturan diomongkan pada data di atas berasal dari kata dasar bahasa Jawa omong yang berekuivalen dengan morfem bicara bahasa Indonesia.
Dalam konteks kalimat di atas terjadi penggabungan dua uimbuhan sekaligus pada suatu kata dasar bahasa Jawa, yaitu prefiks di- dan sufiks –an bahasa Indonesia. Analisis penggabungan kata tersebut adalah sebagai berikut:
Bahasa Jawa bahasa Indonesia
diomongkan di+omong+kan di+bicara+kan
Wujud tuturan tersebut merupakan interferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia yang berupa penggabungan unsur bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Bentuk tuturan tersebut dapat diganti dengan tuturan berikut:
24.a APA betul kepala pasar dan Bupati Kendal takut dengan penguasa parker di depan pasar sukorejo, seperti yang ramai dibicarakan banyak orang? (085865970xxx)
(PY/15/7 Oktober 2006)

b. Penggunaan Kata Ganti Orang (pronominal persona)
Kata ganti orang (pronominal persona) dalam bahasa Jawa biasanya digunakan dalam ragam lisan maupun tulisan. Bentuk kata ganti orang kedua tunggal dalam bahasa Jawa yaitu sampeyan dan panjenengan (Ekowardono, 1993: 33). Dalam bahasa Indonesia kata ganti tersebut disejajarkan dengan kamu. Berikut ini dapat dilihat pada table di bawah ini:


krama Ngoko Indonesia
Persona I Kulo
Kawulo
Dalem Aku
Awakku
* kene Saya
Persona II Sampeyan
Panjenengan Kowe
Sliramu
Awakmu
* kono Kamu
Persoa III Piyambakipun
Panjenenganipun Dheweke
Dheknene
* kana Dia
(Ramlan, 1987:73)
Tuturan yang menunjukkan adanya penggunaan kata ganti orang kedua tunggal bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia dapat kita lihat di bawah ini:
(25) PAK Bupati grobogan, saya usul untuk menjaga rasa sungkan pejabat, anak dan menantu panjenengan tidak usah ikut mengerjakan proyek Pemkab? Saya kira seluruh rakyat Grobogan amat setuju. (085225575xxx)
(PY/32/16 Nov 06)


(26) BUAT 081862444xxx Anda harusnya bersyukur tak semua PNS dapat THR, PPH itu juga untuk gaji sampeyan. (08170581xxx)
(PY/30/14 Nov 06)

Kata ganti orang kedua tunggal bahasa Jawa panjenengan dan sampeyan termasuk jenis bahasa Jawa krama. Kata bahasa Jawa krama biasanya digunakan untuk menyapa pihak II yang perlu ‘ditinggikan’ karena usia atau status sosialnya kira-kira sama dengan kerabat (bapak, ibu, eyang, dll) yang dinyatakan denagan kata itu (Uhlenbeck, 1992: 339).
Kata ganti panjenengan digunakan untuk menyapa orang yang lebih tua atau lebih dihormati, sedangkan kata ganti sampeyan digunakan untuk menyapa orang yang seumuran atau sejajar kedudukannya. Kata ganti tersebut apabila dipakai oleh penutur yang sedang berbicara dengan bahasa Indonesia dapat menimbulkan adanya penyimpangan struktur tehadap norma yang telah disepakati dalam bahasa kedua.
Adanya penyimpangan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya interferensi bahasa. Pemakaian kata ganti bahasa Jawa tersebut digunakan oleh penutur dengan maksud untuk untuk menghormati lawan tuturnya. Kata tersebut dirasakan lebih halus maknanya bila dibandingkan dengan kata ganti bahaa Indonesia itu sendiri.
25.a PAK Bupati grobogan, saya usul untuk menjaga rasa sungkan pejabat, anak dan menantu dia tidak usah ikut mengerjakan proyek Pemkab? Saya kira seluruh rakyat Grobogan amat setuju. (085225575xxx)
(PY/32/16 Nov 06)

26.a BUAT 081862444xxx Anda harusnya bersyukur tak semua PNS dapat THR, PPH itu juga untuk gaji kamu. (08170581xxx)
(PY/30/14 Nov 06)

c. Pemilihan Kata yang Tidak Tepat dalam Bahasa Indonesia
Pada penelitian ini banyak di jumpai adanya pemilihan kata yang tidak tepat oleh penutur dalam sebuah tuturan. Pengaruh bahasa daerah sering ditemukan dalam tuturan bahasa Indonesia. Hubungan antara bahasa daerah dengan bahasa Indonesia bersifat kultural, artinya dua bahasa (Indonesia-Jawa) akan saling mempengaruhi selamanya (Alwasilah, 1985:132). Pemilihan kata yang tidak tepat pada penggunaan suatu bahasa dapat mengakibatkan terjadinya interferensi bahasa. Berikut ini dapat dilihat adanya pemilihan kata yang tidak tepat pada saat penutur menggunakan bahasa Indonesia:
(27) SAYA setuju 08164888xxx, parker di Kendal kan sudah ada perdanya, masak parkir Rp. 2000. kayak di mall Semarang saja. (08122600xxx)
(PY/14/5 Okt 06)

(28) UNTUK 08122857xxx, Anda bukan orang Kendal gak tahu kok ngomong. yang mau dibendung kali bodri, gak kering tu! ( 081129xxx)
(PY/ 7/ 14 Sept 06)

Kata yang dicetak miring kayak dan mau merupakan kata bahasa Indonesia, namun apabila kata-kata tersebut digunakan saat berbicara menggunakan bahasa Indonesia maka akan merubah struktur katanya menjadi struktur bahasa Jawa. Peristiwa demikian ini dapat memunculkan interferensi bahasa karena penerjemahan yang kurang tepat. Kata kayak dan mau merupakan penerjemahan kata dalam bahasa Jawa yaitu koyo dan akan.
Timbulnya interferensi disebabkan penutur yang terbiasa menggunakan kata-kata tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terjadi pemilihan kata yang tidak tepat dalam menggunakan bahasa yang sedang dipakai. Bentuk tuturan yang sesuai dengan pemakaian bahasa Indonesia yang benar yaitu:
27.a SAYA setuju 08164888xxx, parkir di Kendal kan sudah ada perdanya, masak parkir Rp. 2000. seperti di mall Semarang saja. (08122600xxx)
(PY/14/5 Okt 06)

Kayak = seperti
28.a UNTUK 08122857xxx, Anda bukan orang Kendal gak tahu kok ngomong. yang akan dibendung kali bodri, gak kering tu! ( 081129xxx)
(PY/ 7/ 14 Sept 06)

Mau = akan

2.2 Pemakaian Frase –nya Posesif Bahasa Jawa dalam Tuturan Berbahasa Indonesia
Sebelum kita membahas lebih jauh tentang pemakaian frase –nya, sebaiknya perlu diketahui pengertian tentang frase itu sendiri. Frase adalah gabungan dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi (Surono, 1990: 23)
Pemakaian frase –nya posesif bahasa Jawa mempunyai makna ‘kepemilikan’. Dalam bahasa Jawa pemakaian –nya dapat dinyatakan dengan penambahan –e dan –ne yang menyatakan posesif untuk orang ketiga (pronominal). Pemakaian kata –nya digunakan untuk menggantikan kata ‘dia’ dalam bahasa Indonesia. Kehadiran –nya telah menimbulkan penyimpangan struktur, karena fungsi kepemilikan itu sebenarnya sudah dinyatakan oleh kedua kata tersebut. adanya penyimpangan struktur tersebut telah menimbulkan interferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia.
Berdasarkan data yang telah diperoleh dalam penelitian ini, maka pemakaian frase –nya posesif bahasa Jawa dalam kalimat berbahasa Indonesia dapat dilihat pada contoh data di bawah ini:
(29) PAK Kadinas P&K Grobogan, katanya tak ada uang gedung? Kok di SMAN Pulokulon masih ada dan besar sekali. Karena komite sekolahnya tak berpihak pada murid. (085250616xxx)
(PY/17/7 Okt 06)

Pemakaian kata –nya pada kalimat berbahasa Indonesia di atas merupakan interferensi bahasa Jawa. Adanya penambahahan sufiks –nya pada kata sekolahnya berfungsi sebagai pemilikan. Pada data di atas kata –nya digunakan untuk menggantikan SMAN Pulokulon. Interferensi terjadi karena kebiasaan penutur menggunakan bahasa Jawa, sehingga kebiasaan tersebut terbawa pada saat penutur berbicara menggunakan bahasa Indonesia.
Wujud tuturan yang baik adalah sebagai berikut:
29.a PAK Kadinas P&K Grobogan, katanya tak ada uang gedung? Kok di SMAN Pulokulon masih ada dan besar sekali. Karena komite sekolahnya tak berpihak pada murid. (085250616xxx)
(PY/17/7 Okt 06)

2.3 Interferensi Pemakaian Partikel Bahasa Jawa
Pada penelitian ini banyak ditemukan interferensi sintaksis yang berupa penggunaan pertikel bahasa Jawa pada saat penututr berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Partikel lho, kok, to, piye jal / piye to? hanya memiliki makna dalam kalimat, artinya maknanya tergantung pada konteks pemakaiannya dalam kalimat. Kalimat yang mengandung partikel tersebut menampilkan makna tambahan antara lain berupa penegasan, pertanyaan, pemastian, dan penyesalan (Kridalaksana, 2001:139). Partikel-partikel tersebut juga dapat ditemukan secara bersamaan dalam rangkaian misalnya rak-to, lho-kok, kok-to. Berikut ini disajikan beberapa contoh data yang mengandung intreferensi bahasa Jawa dalam tuturan berbahasa Indonesia yaitu pemakain partikel:
a. Partikel kok
Partikel kok digunakan oleh penutur untuk menyatakan makna penegasan. Berikut merupakan contoh tuturan yang menggunakan partikel kok:
(30) BANDUNGAN sebagai tempat wisata kok kotor sekali, sampah dan kotoan kuda dimana-mana tolong tertibkan. Tempat wisata kok kumuh. Bagaimana dinas pariwisata. (081325753xxx)
(PY/8/21 Sept 06)

(31) PAK Kapolres Kendal, tolong tertibkan truk-truk yang parker disepanjang Jl. Tamtama, Weleri karena membahayakan pemakai jalan, apalagi malam hari. Begitu kok didiamkan saja. (08122560xxx)
(PY/1/1 sept 06)

b. Partikel piye jal / piye to

Penggunaan partikel piye jal/ piye to bahasa Jawa digunakan oleh penutur untuk menyatakan pertanyaan. Bentuk tuturan yang menggunakan partikel piye jal/ piye to adalah sebagai berikut:
(32) UNTUK masyarakat Sukorejo yang mau ke Jakarta, hati-hati memilih bus, ada satu PO yang selalu mengover penumpang di tengah jalan, bahkan ada yang terlantar. Piye to perusahaan besar kok begitu. (08122526xxx)
(PY/31/14 Nov 06)

(33) TARIF parkir di pasar Purwodadi mahal sekali Rp. 2000 untuk sepeda motor. Piye jal bapak Bupati. (08882400xxx)
(PY/27/13 Nov 06)

c. Partikel lho
Dalam tuturan partikel lho digunakan oleh penutur untuk menyatakan makna memastikan. Berikut ini merupakan wujud tuturan yang menggunakan partikel lho adalah sebagai berikut:
(34) YTH Pak Wali Kota Salatiga, selamat atas pembangunan kota Salatiga yang merata, tapi sampai sekarang Jl. Wisnu di Dukuh Krajan kok belum dibangun? Ada apa ya? kami juga rakyatnya lho pak?. (081575380xxx)
(PY/39/21 Nov 06)
(35) Pak Bupati Semarang, kapan jalan alternatif Ungaran Barat dibangun, sudah rusak parah lho! ( 08179563xxx)
( PY/ 34/17 Nov 06)


d. Partikel to

Penggunaan partikel to dalam tuturan digunakan oleh penutur untuk menyatakan makna penegasan. Penggunaan partikel to dapat dilihat pada tuturan di bawah ini:
(36) UNTUK Bupati Grobogan, bagaimana to tunjangan khusus ganti THR di penawangan yang untuk guru wiyata bhakti kok di potong Rp. 31.000. (08122996xxx)
(PY/35/18 Nov 06)

(37) AMBARAWA dan Salatiga dulu ibarat kakak-adik, tetapi sekarang kok jadi kota yang terkenal macet dan banyak PKL di emper toko, bayar pajak mahal to? piye Pak Wakil rakyat? (08174165xxx)
( PY/ 5/ 13 Sept 06)


Partikel kok, piye jal/ piye to, lho, dan to merupakan partikel yang berasal dari bahasa Jawa. Sedangkan partikel itu sendiri adalah sekelompok morfem yang tidak mengalami proses morfemis (Muhajir, 1984:20). Partikel tersebut seharusnya digunakan dalam ragam bahasa lisan, oleh sebab itu apabila partikel tersebut dipakai dalam ragam tulis bahasa Indonesia maka akan terasa kurang tepat. Pada ragam lisan partikel cenderung digunakan untuk menciptakan suasana santai dan akrab.
Pemakaian partikel tersebut terjadi karena adanya pengaruh bahasa Jawa pada saat dwibahasawan sedang menggunakan bahasa kedua. Penutur pada penelitian ini menggunakan partikel untuk mengungkapkan perasaan dan emosi yang ada pada dirinya.
C. Latar Belakang Penyebab Terjadinya Interferensi Bahasa Jawa dalam tuturan Bahasa Indonesia
Interferensi dapat terjadi pada saat penutur menggunakan bahasa pertama ketika sedang berbicara dalam bahasa kedua, pemakaian bahasa Jawa pada sat berbicara dengan bahasa Indonesia mengakibatkan adanya penyimpangan struktur bahasa. Penyimpangan struktur tersebut dapat megakibatkan terjadinya interferensi. Interferensi merupakan bentuk penyimpangan penggunaan bahasa dari norma-norma yang ada sebagai akibat adanya peristiwa kontak bahasa karena penutur mengenal lebih dari satu bahasa (Wienreich, 1968:1).
Pemakaian bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia pada kolom”piye ya?” dalam harian Suara Merdeka merupakan sumber data yang dipilih oleh peneliti, karena pada kolom tersebut banyak ditemukan interferensi bahasa terutama bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia. Adapun faktor yang melatar belakangi timbulnya interferensi antara lain:

1 Kebiasaan Penutur Menggunakan Bahasa Daerah Sebagai Bahasa Pertama
Hortman dan Stoork dalam Alwasilah (1985: 131) menganggap bahwa interferensi sebagai kekeliruan disebabkan terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa atau dialek bahasa ibu ke dalam bahasa atau dialek kedua. Secara tidak sadar penutur menggunakan bahasa daerah ketika berbicara dalam konteks bahasa Indonesia. Hal ini dapat dihindari oleh penutur, karena sebenarnya kata-kata bahasa Jawa yang digunakan oleh seoarang dwibahasawan sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Interferensi bahasa yang terjadi karena kebiasaan penutur menggunakan bahasa daerah dapat dilihat dalam pembentukan kata (morfologis) dan struktur kalimat (sintaksis).

2. Menunjukkan Nuansa Kedaerahan
Tujuan penutur menggunakan unsur bahasa daerah (Jawa) pada saat berbicara dengan bahasa Indonesia, khususnya pada kolom “piye ya?” dalam harian Suara Merdeka yaitu untuk menunjukkan nuansa kedaerahan. Dalam hal ini penutur ingin menunjukkan nuansa bahasa Jawa karena penutur sebagian besar berasal dari daerah Jawa. Unsur bahasa Jawa yang lazim digunakan penutur untuk menunjukkan nuansa kedaerahannya adalah pemakaian partikel bahasa daerah dalam pemakaian bahasa Indonesia.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh data dengan pemakaian partikel to dan kok bahasa jawa dalam tuturan berbahasa Indonesia:
(38) BANDUNGAN sebagai tempat wisata kok kotor sekali, sampah dan kotoan kuda dimana-mana tolong tertibkan. Tempat wisata kok kumuh. Bagaimana dinas pariwisata. (081325753xxx)
(PY/8/21 Sept 06)

(39) UNTUK Bupati Grobogan, bagaimana to tunjangan khusus ganti THR di penawangan yang untuk guru wiyata bhakti kok di potong Rp. 31.000. (08122996xxx)
(PY/35/18 Nov 06)

Tuturan di atas merupakan sebagian contoh data yang ada pada kolom “piye ya?” di harian Suara Merdeka, yang datanya terdapat unsur bahasa Jawa dalam tuturan berbahasa Indonesia yang berupa partikel. Dalam tuturan tersebut penutur ingin menonjolkan nuansa kedaerahannya, yaitu daerah Jawa. Penutur menyisipkan partikel bahasa Jawa tersebut pada saat berbicara menggunakan bahasa Indonesia.
Partikel to dan kok digunakan oleh penutur untuk mengungkapkan perasaan dan emosi. Dalam pemakaian bahasa Indonesia partikel bahasa Jawa seharusnya tidak perlu digunakan. Dengan demikian unsur bahasa Jawa yang disisipkan pada saat berbicara dalam bahasa Indonesia bertujuan untuk menunjukkan nuansa kedaerahannya, karena sebagian besar penutur dan pembaca surat kabar Suara Merdeka adalah penduduk Jawa.

3. Untuk Menghaluskan Makna
Pemakaian unsur-unsur bahasa Jawa yang digunakan pada saat berbicara menggunakan bahasa Indonesia terkadang mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Pada penelitian ini ditemukan adanya pengunaan unsur bahasa pada kolom “piye ya?” dalam harian Suara Merdeka digunakan untuk menghormati mitra tutur. unsur-unsur bahasa Jawa digunakan oleh penutur pada saat berbicara dengan bahasa Indonesia, karena bahasa Jawa dirasakan lebih halus maknanya. Berikut ini merupakan contoh data yang menyisipkan unsur bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia:
(40) PAK Bupati Demak yang terhormat, tolong perhatikan kami kawulo alit, para honorer dan sejahterakan kami. (085225625xxx)
(PY/3/11 Sept 06)

(41) PAK Hendy dan Camat pageruyung tolong perangkat desa Pucakwangi didingatkan, SLT itu untuk yang tak mampu. Kenapa dipotong aparat desa? Nuwun Sewu lo pak. (0817240xxx)
(PY/19/9 Okt 06)

Penutur menggunakan kata kawulo alit dan nuwun sewu sebagai kata bahasa Jawa yang dianggap memiliki makna panghalusan. Kata-kata bahasa Jawa tersebut mempunyai padanan kata dalam bahasa Indonesia yaitu rakyat kecil dan minta permisi (KBBI). Kata-kata tersebut digunakan oleh penutur untuk lebih menghormati mitra tutur, dalam hal ini orang yang lebih tua atau mempunyai kedudukan lebih tinggi. Pada data di atas penutur lebih memilih kata yang berasak dari bahasa Jawa, karena kata dalam bahasa Indonesia itu sendiri maknanya tak sehalus bahasa Jawa.

D. Fungsi Penggunaan Interferensi Bahasa Jawa dalam Pemakaian Bahasa Indonesia pada Kolom “piye ya? “ Harian Suara Merdeka
Adanya penyimpangan pemakaian bahasa merupakan gejala yang hampir bersifat umum di dalam masyarakat yang mengenal bahkan menggunakan dua bahasa seperti Indonesia. Setiap bahasa memiliki struktur berbeda satu dengan yang lain. Penyimpangan bahasa terjadi karena adanya pengaruh dari bahasa lain sehingga menyebabkam terjadinya interferensi.
Dalam penalitian ini dibahas mengenai bentuk interferensi morfologi dan sintaksis bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia.
Penutur dalam menyampaikan kritik dan saran menggunakan bahasa Indonesia yang disisipi oleh bahasa Jawa.
Berdasarkan pembahasan tentang bentuk dan latar belakang terjadinya interferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia pada penelitian ini, maka dapat diketahui pula fungsi digunakannya interferensi bahasa, antara lain:
1. Untuk menekankan makna
Kata-kata bahasa Jawa yang digunakan penutur pada saat berbicara dengan bahasa Indonesia pada kolom “piye ya” harian Suara Merdeka hampir tidak mempunyai perbedaan yang besar dengan padananya dalam bahasa Indonesia. Seperti contoh yang ada pada data yaitu kata bahasa Jawa ketegelen mempunyai padanan kata dalam bahasa Indonesia yaitu terlalu tega. Penutur bermaksud untuk lebih menekankan makna pada kata-kata dari bahasa Jawa tersebut dalam tuturannya.

2. Untuk mengungkapkan perasan atau emosi
Penggunaan partikel dari bahasa Jawa seperti yang ada pada data penelitian ini, digunakan oleh penutur untuk mengungkapkan emosi dan perasaan yang dirasakan oleh penutur. Pemakaian partikel bahasa Jawa pada saat berbicara dengan bahasa Indonesia digunakan penutur sebagai kata yang dapat mewakili perasaannya.

3. Untuk menghormati mitra tutur
Penggunaan interferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia juga bertujuan untuk menghormati mitra tutur. Penggunaan kata panjenengan dan sampeyan dalam bahasa Jawa digunakan untuk menggantikan orang kedua tunggal, memiliki tingkat kedudukan yang kata yang dalam bahasa Indonesia’kamu’. Panjenengan dan sampeyan memiliki nuansa yang lebih menghormati dari pada pemakaian kata ‘kowe’ bahasa Jawa.
Selain penggunaan kata panjenengan dan sampeyan untuk menyebut pihak II juga digunakan kata-kata yang menyatakan jabatan, yang disertai Pak (Laki-laki) dan Bu (Perempuan). Berikut ini merupakan contoh datanya:
(42) PAK Bupati Semarang, tolong replika kapal di trotoar depan Ungaran squer di tertibkan atau dibuang saja, karena menganggu pejalan kaki. (081575180xxx)
(PY/18/9 Okt 06)

(43) YTH. Pak Bupati Demak, kenapa dijajaran Dinkes masih ada pungutan untuk kenaikan pangkat. Untuk golongan II Rp. 50.000. Golongan III Rp. 65.000. Katanya untuk fotokopi & uang lelah. Padahal sewaktu dikumpulkan di pendopo, Pak Bupati ngendikan gratis. (081275xxx)
(PY/26/10 Nov 06).

Seperti contoh yang ada pada data di atas kata Pak Bupati dan YTH Pak Bupati ini juga termasuk interferensi bahasa. Penambahan kata ganti orang di depan jabatan digunakan oleh penutur Jawa untuk lebih menghormati mitra tutur, sedangkan dalam bahasa Indonesia di depan Jabatan tidak perlu ditambah dengan kata ganti orang.







BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis tentang penggunaan bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia pada kolom “piye ya?” harian Suara Merdeka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pada kolom “piye ya?” harian Suara Merdeka {edisi September-November 2006} ditemukan adanya 2 bentuk interferensi yaitu interferensi Morfologis dan interferensi Sintaksis.
2. Bentuk interferensi morfologi yang ditemukan pada penelitian ini antara lain interferensi yang berupa afiksasi yang meliputi pelesapan afiks, penambahan prefiks, penambahan sufiks, pertukaran prefiks, pertukaran sufiks dan pertukaran konfiks, interferensi pemakaian kata ulang dan interferensi kata majemuk, sedangkan interferensi sintaksis pada penelitian ini berupa pemakaian kata (leksikon) dan pemakaian frase –nya posesif bahasa Jawa dan pemakaian partikel.
3. Latar belakang terjadinya interferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia meliputi:
a. Kebiasaan penutur menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pertama
b. Menunjukkan nuansa kedaerahan
c. Menghaluskan makna


4. Fungsi digunakan interferensi bahasa Jawa dalam pemakaian bahasa Indonesia sebagai berikut:
a. Untuk menekankan makna
b. Untuk mengungkapkan perasaan atau emosi
c. Untuk menghormati mitra tutur

B. Saran
Dari simpulan di atas, penulis ingin memberi saran sebagai berikut:
Penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan bahasa Indonesia.














DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.
Agustien, dkk. 1999. Buku Pintar Bahasa dan Sastra Indonesia. Semarang: CV. Aneka Ilmu

Badudu, J. S. 1986. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

. 1986. Cakrawala Bahasa Indonesia I. Jakarta: Gramedia Pusataka Umum.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta. Rineka Cipta.
Chaer, A. dan Agustina, L. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.

Keraf, Gorys. 1994. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
. 1989. Komposisi. Flores: Nusa Indah.
Kridalaksana, Harimurti. 1989. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

. 2001. Wiwara Pengantar Bahasa dan Kebudayaan Jawa. Jakarta:Gramedia pustaka Utama.

Kusno, B.S. 1986. Pengantar Tata Bahasa Indonesia. Bandung:
Murdianingsih. 2004. Skripsi: “Interferensi Bahasa Jawa dalam Pemakaian Bahasa Indonesia pada rubrik “Gayeng Semarang” di Surat kabar Suara Merdeka”. Semarang: Universitas Diponegoro.

Mustakim. 1994. Membina Kemampuan Berbahasa panduan ke Arah Kemahiran Berbahasa. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Nababan, P. W. J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Pramudya, Mahar. 2006. Skripsi: “Interferensi Gramatikal Bahasa Melayu Bangka dalam Pemakaian Bahasa Indonesia: dengan Data Rubrik “MAK PER dan AKEK BUNENG” dalam Surat Kabar Bangka Pos”. Semarang:Universitas Diponegoro.

Ramlan, M. 1987. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV. Karyono.


Samsuri. 1994. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Soedjarwo. 1999. Panorama Bahasa Indonesia. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Sudaryanto, dkk. 1991. Metode Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Perss.

Sumarsono dan Partana. P. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta. Sabda.
Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik Teori dan Praktik. Surakarta: Henary Offset.

Weinreich, Uriel.1968. Languages In Contact: Findings And Problems. New york: The Hague,Mouton.

Veerhar, J.W.M. 1990. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Surono. 1990. Diktat Sintaksis Bahasa Indonesia “Kata, Frasa dan Klausa”. Semarang: Fakultas Sastra Universitas Diponegoro.

Uhlenbeck, E. M. 1982. Kajian Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta: Djambatan.
Sumarsono, P.P. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.
Suwadji, dkk. 1986. Morfosintaksis Bahasa Jawa. Yogyakarta: Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia.

Parwadi. 2004. Kamus Jawa-Indonesia Populer. Yogyakarta: Media Abadi.
Suwito, Mangun. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Jawa. Bandung: CV. Gramawidya.

Prawiroatmojo, S. 1981. Bausastra Jawa-Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.







Lampiran Data

(1) PAK Kapolres Kendal, tolong tertibkan truk-truk yang parker disepanjang Jl. Tamtama, Weleri karena membahayakan pemakai jalan, apalagi malam hari. Begitu kok didiamkan saja. (08122560xxx)
(PY/1/1 sept 06)

(2) MENGAPA pohon mahoni di kanan kiri jalan kuwu-Doro ditebang, tanpa ada rencana peremajaan? itukan Aset Pemdes Kuwu, kok oknum perangkat desa yang ngatur. Apakah 28 batang semua untuk jembatan darurat. (081326165xxx)
(PY/2/11 Sept 06).

(3) PAK Bupati Demak yang terhormat, tolong perhatikan kami kawulo alit, para honorer dan sejahterakan kami. (085225625xxx).
(PY/3/11 Sept 06)

(4) KAPOLSEK Sukorejo sudah menertibkan jalur jalan pasar Sukorejo-Kendal, kapan satpol PP menertibkan PKL permanen yang membuat macet jalanan (08157705xxx)
(PY/4/13 Sept 06)
(5) AMBARAWA dan Salatiga dulu ibarat kakak-adik, tetapi sekarang kok jadi kota yang terkenal macet dan banyak PKL di emper toko, bayar pajak mahal to? piye Pak Wakil rakyat? (08174165xxx)
( PY/ 5/ 13 Sept 06)

(6) DEPAG Grobogan aneh 4 Agustus jam 10.00an ngumumke persyaratan guru kontrak, 5 Agustus harus sudah dikumpulkan (waktu semalam buat ngurus kelakuan baik). Gimana karepe to? (081325661xxx)
(PY/6/14 Sept 06)
(7) UNTUK 08122857xxx, Anda bukan orang Kendal gak tahu kok ngomong. yang mau dibendung kali bodri, gak kering tu! ( 081129xxx)
(PY/ 7/ 14 Sept 06)

(8) BANDUNGAN sebagai tempat wisata kok kotor sekali, sampah dan kotoran kuda dimana-mana tolong tertibkan. Tempat wisata kok kumuh. Bagaimana dinas pariwisata. (081325753xxx)
(PY/8/21 Sept 06)

(9) POLRES Grobogan tolong tertibkan pengemudi bus Purwodadi-Solo yang ugal-ugalan, sangat membahayakan pemakai jalan & beritahu cara mengemudi yang sopan & bijak (081326286xxx)
(PY/9/25 Sept 06)

(10) BAGAIMANA nasibe PKL di pasar Purwodadi yang rencananya dipindah. PKL jadi resah karena pemindahannya tidak adil. (081390141xxx)
(PY/10/28 Sept 06)

(11) PAK Bupati Demak, saya mau laporan, masak perbaikan jalan Dempet-Gajah yang baru di mulai aja sudah pada rusak. Aspalnya kebanyakan kali ya, tolong di cek dong. (08132577xxx)
(PY/11/3 Okt 06)
(12) BAPAK kapolres Kab. Semarang, mohon menempatkan petugas didepan kantor Polres, karena personel Anda & tamu sering seenaknya kalau nyebrang (08122887xxx)
(PY/12/4 okt 06)

(13) PAK Direktur PDAM Purwodadi, saya punya pertanyaan yang harus dijawab. Kapan air di sebelah timur perempatan Tuku lancar? sudah bayar mahal tapi airnya macet terus. (081325xxx)
(PY/ 13/ 4 Okt 06)


(14) SAYA setuju 08164888xxx, parkir di Kendal kan sudah ada perdanya, masak parkir Rp. 2000. kayak di mall Semarang saja. (08122600xxx)
(PY/14/5 Okt 06)
(15) APA betul kepala pasar dan Bupati Kendal takut dengan penguasa parkir di depan pasar Sukorejo, seperti yang ramai diomongkan banyak orang? (085865970xxx)
(PY/15/7 Okt 2006)

(16) PAK Kadinas P&K Grobogan, katanya tak ada uang gedung? Kok di SMAN Pulokulon masih ada dan besar sekali. Karena komite sekolahnya tak berpihak pada murid. (085250616xxx)
(PY/16/7 Okt 06)

(17) BUAT Direktur PDAM Salatiga, carane gimana to kalau mau lapor soal keluhan air PAM, lapor di loket sudah puluhan kali, di telepon hampir tiap hari ya tidak ada perbaikan. Pak Dirut jalan-jalan aja ke Seruni, semua air mati. (081333085xxx)
(PY/17/7 OKT 06)
(18) PAK Bupati Semarang, tolong replika kapal di trotoar depan Ungaran squer di tertibkan atau dibuang saja, karena menganggu pejalan kaki. (081575180xxx)
(PY/18/9 Okt 06)

(19) PAK Hendy dan Camat pageruyung tolong perangkat desa Pucakwangi didingatkan, SLT itu untuk yang tak mampu. Kenapa dipotong aparat desa? Nuwun Sewu lo pak. (0817240xxx)
(PY/19/9 Okt 06)

(20) PAK Kapolres, PSK di Bandungan yang ketangkap kok Cuma 13 orang, padahal yang kerja ratusan. Mohon kalau razia diperketat. (085659717xxx)
(PY/20/30 Okt 06)

(21) PAK Bupati Kendal kapan mengaspal jalan Tambakrejo-Patebon. Masyarakat pada nunggu setelah menang pilkada. (08174171xxx)
(PY/ 21/7 Nov 06)

(22) DEPAG grobogan ketegelen, masak THR untuk guru swasta di potong RP. 15.000/orang (38 anak). Piye ki kakandepagnya. (081225620xxx)
(PY/22/7 Nov 06)

(23) MOHON perhatian Pak Bupati Semarang, di lingkungan Rt 1 Rw 1 Gedang Anak sudah banyak warga yang kena DBD. Kenapa belum ada fogging, padahal warga sudah bola-bali lho lapor ke Dinas Kesehatan sejak bulan lalu. (085225625xxx)
(PY/23/9 Nov 06)

(24) PAK Wali Kota Salatiga, aku ada usul kalau jalur angkot no. 4 lewat Macanan, Dayaan, Druju kan bisa nambah trayek baru, bukan jurusan Kalibening saja. (085640067xxx)
(PY/24/9 Nov 06)
(25) YTH. Pak Bupati Demak, kenapa dijajaran Dinkes masih ada pungutan untuk kenaikan pangkat. Untuk golongan II Rp. 50.000. Golongan III Rp. 65.000. Katanya untuk fotokopi & uang lelah. Padahal sewaktu dikumpulkan di pendopo, Pak Bupati ngendikan gratis. (081275xxx)
(PY/25/10 Nov 06).

(26) YTH. Pak Bupati Demak, kenapa dijajaran Dinkes masih ada pungutan untuk kenaikan pangkat. Untuk golongan II Rp. 50.000. Golongan III Rp. 65.000. Katanya untuk fotokopi & uang lelah. Padahal sewaktu dikumpulkan di pendopo, Pak Bupati ngendikan gratis. (081275xxx)
(PY/26/10 Nov 06).

(27) TARIF parkir di pasar Purwodadi mahal sekali Rp. 2000 untuk sepeda motor. Piye jal bapak Bupati. (08882400xxx)
(PY/27/ 13 Nov 06)

(28) PAK Wali Salatiga, mbok tolong pasir di pertigaan Jl. Monginsidi dibersihkan, sudah banyak pengendara motor yang kepleset. (081575632xxx)
(PY/28/14 Nov 06)

(29) SATPOL PP kab. Semarang tolong PkL yang jualan di Jl. A. Yani ditertibkan, terutama yang menjorok di badan jalan. Jangan hanya PSK Bandungan saja yang di oyak-oyak (085640998xxx)
(PY/29/14 Nov 06)
(30) BUAT 081862444xxx Anda harusnya bersyukur tak semua PNS dapat THR, PPH itu juga untuk gaji sampeyan. (08170581xxx)
(PY/30/14 Nov 06)
(31) UNTUK masyarakat Sukorejo yang mau ke Jakarta, hati-hati memilih bus, ada satu PO yang selalu mengover penumpang di tengah jalan, bahkan ada yang terlantar. Piye to perusahaan besar kok begitu. (08122526xxx)
(PY/31/14 Nov 06)

(32) PAK Bupati grobogan, saya usul untuk menjaga rasa sungkan pejabat, anak dan menantu panjenengan tidak usah ikut mengerjakan proyek Pemkab? Saya kira seluruh rakyat Grobogan amat setuju. (085225575xxx)
(PY/32/16 Nov 06)
(33) PIYE to iki.. dapat intensif masih suruh bayar kegiatan kemah. Sebenarnya yang menanggung semua biaya kemah itu guru wiyata bhakti apa pihak sekolahan? (085 225 884 xxx)
(PY/33/16 Nov 06)

(34) PAK Bupati Semarang, kapan jalan alternatif Ungaran Barat dibangun, sudah rusak parah lho! ( 08179563xxx)
( PY/ 34/17 Nov 06)


(35) UNTUK Bupati Grobogan, bagaimana to tunjangan khusus ganti THR di penawangan yang untuk guru wiyata bhakti kok di potong Rp. 31.000. (08122996xxx)
(PY/35/18 Nov 06)




(36) PAK Bupati Grobogan, kami sama-sama guru SD Negeri tapi kenapa yang NIP 13… dapat THR dan yang berNIP 15… hanya ngaplo? apa mereka termasuk orang yang beruntung? (08122544xxx)
(PY/ 36/ 18 Nov 06)

(37) BAPAK polisi pamong praja, gimana to kok alun-alun mini Ungaran tiap malam di jadikan tempat mabuk anak remaja saya dan anak saya kurang nyaman, tolong ada ketegasan. Apa jangan-jangan bapak kerepotan mengatasinya. (085647699xxx)
(PY/37/18 Nov 06)

(38) DI sepanjang jalan raya depan Ps Cepiring tiap pagi selalu untuk parkir truk besar sampai makan jalur sepeda atau pejalan kaki. Kasihan anak-anak yang mau sekolah, kepekso jalan makin ke pinggir. Kepada yang berwenang mbok yao peduli dikitlah! (081390503xxx)
(PY/38/20 Nov 06)

(39) YTH Pak Wali Kota Salatiga, selamat atas pembangunan kota Salatiga yang merata, tapi sampai sekarang Jl. Wisnu di Dukuh Krajan kok belum dibangun? Ada apa ya? kami juga rakyatnya lho pak?. (081575380xxx)
(PY/39/21 Nov 06)

(40) JABATAN Lurah di Demak tak perlu diperpanjang, yang demo orang bayaran semua (081325519xxx)
(PY/40/25 Nov 06)

0 comments:

Post a Comment

Untuk berkomentar.Silahkan tinggalkan pesan dibawah iniI.Untuk semua pengguna pilih " beri komentar sebagai : ANONIMOUS "

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Copyright © 2012. Poetra Sentence™ - All Rights Reserved B-Seo Versi 3 by Blog Bamz