(KTI Akbid) Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Upaya Pencegahan Kejadian Diare Pada Balita
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangPENDAHULUAN
Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah lima tahun) terbesar di dunia. Menurut UNICEF, setiap detik satu balita meninggal karena karena diare. (Ridwan Amiruddin, 2007).
Diare sering kali dianggap sebagai sepele. Padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella Spp, compylobacter jejuni, strafilococcus aureus, bacillus careus, clostridium perfringens dan enterhemorragic Escherichia coli (EHEC). Diare infeksi di negara berkembang menyebabkan kematian disekitar 3 juta penduduk setiap tahunya. Di Afrika anak-anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunya di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun. (Ridwan Amiruddin, 2007).
Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan kesehatan salah satu sendi utama dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan keterkaitan yang erat dengan upaya untuk mewujudkan pola hidup bersih dan sehat. Menurut Blum (1974) menyatakan bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu keturunan, pelayanan menyatakan bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan. Faktor lingkungan dan prilaku merupakan faktor yang amat besar pengaruhnya terhadap kesehatan, kedua faktor ini banyak disebabkan oleh berbagai pihak diluar sektor kesehatan. Oleh karena itu masalah kesehatan tidak hanya ditanggulangi bersama oleh berbagai pihak dan segenap masyarakat termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Masyarakat (Depkes RI, 2000).
Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita, serta seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Di Indonesia sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Penyakit diare di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Hasil survei Program Pemberantasan (P2) diare di Indonesia menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk dengan episode diare balita adalah 1,0 – 1,5 kali pertahun. Tahun 2003 angka kesakitan penyakit ini meningkat menjadi 374 per 1000 penduduk dan merupakan penyakit dengan frekuensi KLB kedua tertinggi setelah DBD. Survei Departemen Kesehatan (2003), penyakit diare menjadi penyebab kematian nomor dua pada balita, nomor tiga pada bayi dan nomor lima pada semua umur. Kejadian diare pada golongan balita secara proposional lebih banyak dibandingkan kejadian diare pada seluruh golongan umur yakni sebesar 55%.
Kebijakan pemerintah dalam pemberantasan diare antara lain bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, angka kematian dan penganggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB). Departemen kesehatan RI melalui keputusan Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan lingkungan (PPM & PL) telah mengeluarkan pedoman pelaksanaan dan pemantauan Program Pemberantasan Diare dengan tujuan khusus menurunkan angka kematian pada semua umur dari 54 per 100.00 penduduk menjadi 28 per 100.000 penduduk, menurunkan angka kematian balita dari 2,5 per 1.000 balita menjadi 1,25 per 1000 balita dan menurunkan angka fasilitas kasus (CER) diare pada KLB dari 1-3,8 persen menjadi 1,5 persen. Penyakit diare merupakan salah satu yang berbasis pada lingkungan. Dua faktor lingkungan yang dominant berpengaruh adalah sarana air bersih dan pembuangan tinja. Hal ini sering berinterkasi bersama perilaku maka akan dapat menimbulkan kejadian diare. Data terakhir menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk menyebabkan 300 kasus diare per 1000 penduduk.
Daerah endemis penyakit diare tersebut di empat kabupaten di Sumatera Selatan yaitu Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ilir, Banyu Asin dan Musi Banyu Asin. (Ridwan Amiruddin, 2007)
Data yang tercatat di Dinas Kesehatan provinsi Sumatera Selatan, sejak Januari hingga 31 September 2008 penderita diare di provinsi Sumatera Selatan mencapai 143.822 jiwa yang umumnya diderita oleh balita dan anak-anak. (Ridwan Amiruddin, 2007)
Di Kabupaten OKU pada tahun 2006 jumlah kasus penyakit diare 1.151 orang, diantaranya pada balita terdapat 577 orang. Pada tahun 2007 jumlah kasus penyakit diare 10.432 orang, diantaranya pada balita sebanyak 5.440 orang (Dinkes OKU, 2007).
Data yang tercatat di Dinas Kesehatan provinsi Sumatera Selatan, sejak Januari hingga 31 September 2008 penderita diare di provinsi Sumatera Selatan mencapai 143.822 jiwa yang umumnya diderita oleh balita dan anak-anak. (Ridwan Amiruddin, 2007)
Di Kabupaten OKU pada tahun 2006 jumlah kasus penyakit diare 1.151 orang, diantaranya pada balita terdapat 577 orang. Pada tahun 2007 jumlah kasus penyakit diare 10.432 orang, diantaranya pada balita sebanyak 5.440 orang (Dinkes OKU, 2007).
Di wilayah kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu pada tahun 2005 jumlah kasus penyakit diare pada balita sebanyak 354 orang. Pada tahun 2006 jumlah kasus penyakit diare pada balita sebanyak 532 orang. Pada tahun 2007 jumlah kasus penyakit diare pada balita sebanyak 1.007 orang. Sedangkan pada tahun 2008 julah kasus penyakit diare pada balita sebanyak 462 orang. (Dinkes, 2008)
Di desa Kemalaraja pada tahun 2007 jumlah kasus penyakit diare pada balita sebanyak 315 orang, sedangkan pada tahun 2008 jumlah kasus diare pada balita sebanyak 425 orang (Data Puskesmas, 2008)
Berdasarkan data diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Upaya Pencegahan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.
B. Rumusan MasalahBelum Diketahuinya Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Upaya Pencegahan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran upaya pencegahan diare pada balita di desa Kemalaraja?
2. Adakah hubungan pendidikan ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa
Kemalaraja?
3. Adakah hubungan pengetahuan ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa Kemalaraja?
4. Adakah hubungan sikap ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa Kemalaraja?
5. Adakah hubungan penyediaan air bersih dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa Kemalaraja?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Upaya Pencegahan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran upaya pencegahan diare pada balita di desa Kemalaraja.
b. Diketahuinya hubungan pendidikan ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa Kemalaraja.
c. Diketahuinya hubungan pengetahuan ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa Kemalaraja.
d. Diketahuinya hubungan sikap ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa Kemalaraja.
e. Diketahuinya hubungan penyediaan air bersih dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa Kemalaraja.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Ogan Komering Ulu
Memberikan informasi kepada Dinas Kesehatan Ogan Komering Ulu tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita. Dan sebagai bahan masukan dan informasi serta menambah pengetahuan ilmiah mengenai diare. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan keilmuan di bidang kesehatan khususnya tentang penyakit diare.
2. Bagi sekolah kesehatan Akper Depkes Baturaja
Sebagai informasi tambahan bagi Akper Depkes Baturaja khususnya informasi mengenai hubungan prilaku ibu dengan kejadian penyakit diare pada balita dan hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk penelitian.
3. Bagi Penulis
Untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang di dapat selama mengikuti pendidikan di Akper Depkes Baturaja dan memberi pengalaman serta penambahan wawasan terutama dengan metode penelitian, hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan dalam upaya analisa masalah kesehatan.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Di lihat dari latar belakang diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Upaya Pencegahan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009. Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah pendidikan, pengetahuan, sikap dan penyediaan air bersih yang berhubungan dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Diare
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (lazimnya frekuensi ini lebih dari 3 kali/hari) disertai adanya perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita (Depkes RI, 2002)
2. Jenis Diare
Ada empat jenis diare (Depkes RI, 2000)
a. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari) akibat dari diare akut adalah penderita diare.
b. Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam tinja, akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadi komplikasi pada mukosa.
c. Diare parsisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus, akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
d. Diare dengan masalah lain. Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi dan penyakit lainnya.
3. Gejala
Gejala diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi tiga kali atau lebih dalam sehari yang kadang disertai :
a. Muntah
b. Badan lesu dan lemah
c. Panas
d. Tidak nafsu makan
e. Darah dan lendir dalam kotoran
Rasa mual dan muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan, sakit perut dan kejang perut.
4. Jenis Dehidrasi
a. Dehidrasi berat
1) Latergis atau tidak sadar
2) Mata cekung
3) Tidak bisa minum atau malas minum
4) Cubitan perut kembalinya sangat lambat.
b. Dehidrasi ringan atau sedang
Terdapat dua atau lebih tanda berikut ini:
1) Gelisah, rewel atau mudah marah
2) Mata cekung
3) Haus, minum dengan lahap
4) Cubitan kulit perut kembalinya lambat
c. Diare tanpa dehidrasi
Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan dalam kategori diare berat, ringan atau sedang.
5. Etiologi (penyebab) Diare
Penyebab penyakit diare yang dikeluarkan Depkes RI tahun 2001 dapat dikelompokkan menjadi 5 golongan besar, yaitu:
a. Infeksi
1) Virus (Rotavirus, Adenovirus, Nortwalk like agent)
2) Bakteri (shingella, salmonella, eshericia coli)
3) Parasit (Protoza, cacing perut, jamur)
b. Malabsorbsi : karbohidrat (intoleran mukosa), lemak atau protein.
c. Keracunan
Keracunan bahan kimia
Keracunan oleh racun yang dikandung atau diproduksi (jasad renik dan algae, ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran.
d. Imunodefisiensi
e. Alergi
6. Tata laksana penyakit diare
a. Tata laksana penderita diare dirumah
1) Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga seperti : kuah sayur, air tajin, larutan gula garam terutama untuk penderita tanpa dehidrasi dan bila tersedia berikan oralit.
2) Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta makanan ekstra sesudah diare.
3) Membawa penderita ke sarana kesehatan, bila dalam tiga hari tidak membaik atau ada salah satu tanda :
a) Berak cair berkali-kali
b) Muntah berulang-ulang
c) Rasa haus yang nyata
d) Makan atau minum sedikit
e) Demam
f) Tinja berdarah
b. Tata laksana penderita diare di sarana kesehatan
1) Rehidrasi oral dengan oralit
2) Pemberian cairan intravena dengan ringer laktat untuk penderita diare dehidrasi berat dan tidak bisa minum.
3) Penggunaan antibiotika secara rasional.
4) Nasehat pada keluarga tentang pentingnya meneruskan pemberian makanan rujukan dan pencegahan.
c. Penggulangan KLB
1) Pengamatan intensif dan pelaksaan SKD
2) Penemuan kasus secara aktif
3) Pembentukan pusat rehidrasi dan tim gerak cepat
4) Penyediaan logistik saat KLB
5) Penyelidikan terjadinya KLB
6) Pemutusan rantai penularan penyebab KLB
d. Pencegahan penyakit
1) Meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI)
2) Memperbaiki pemberian makanan pendamping ASI
3) Menggunakan air bersih yang cukup
4) Mencuci tangan dengan sabun
5) Menggunakan jamban yang benar
6) Membuang tinja bayi dan anak-anak yang tepat
7) Imunisasi campak
7. Cara Penularan Penyakit Diare
a. Kontak anatra sumber dan host dapat terjadi melalui lingkungan yang kurang baik dan perilaku yang buruk seperti membuang kotoran di tempat terbuka dan pengetahuan yang kurang tentang diare.
b. Kontak melalui makanan terjadi melalui makanan yang terinfeksi oleh kuman dan makanan yang berasal dari hewan yang terjangkut kuman penyebab penyakit diare.
c. Kontak oral fecal dapat langsung antara feces sumber infeksi melalui tangan ke mulut host atau tidak langsung melalui benda atau makanan minuman yang tercemar oleh feces (Depkes RI, 2001).
8. Prinsip Tata laksana Penderita Diare
a. Mencegah terjadinya dehidrasi
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan minuman yang lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur dan air sup.
b. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi segera di bawa ke petugas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat.
c. Memberikan makanan
Berikan makanan selama serangan diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah kurangnya berat badan. Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan.
1) Anak yang masih minum ASI harus sering diberi ASI
2) Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya.
3) Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan yang mudah dicerna sedikit-sedikit tapi sering.
d. Mengobati masalah lain
Apabila ditemukan penderita lain disertai dengan penyakit lain maka diberi makanan sesuai indikasi, tetap mengutakamakan rehidrasi. Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare (Ditjen PPM & PLP, 2000)
9. Cara membuat oralit
a. 1 gelas belimbing atau 200 ml air masak
b. 1 sendok makan gula pasir
c. Seujung sendok garam dan diaduk sampai rata.
10. Cara memberikan oralit
a. Berikan dengan sendok atau gelas
b. Berikan sedikit demi sedikit sampai habis atau hingga tidak kelihatan haus.
c. Bila muntah, dihentikan selama sekitar 10 menit, kemudian dilanjutkan dengan sabar setiap 2 atau 3 menit.
d. Walau diare tidak berlanjut, oralit tetap diberikan.
e. Bila gelas pertama habis, buatkan gelas berikutnya.
f. Larutan oralit jangan disimpan lebih dari 24 jam (Depkes RI, 2000).
11. Upaya pencegahan diare pada balita
Dalam upaya untuk menurunkan angka kesakitan maupun kematian akibat penyakit diare, WHO telah melakukan penelitian tentang beberapa cara pencegahan dan pemberantasan penyakit diare yang benar-benar berguna, efektif dan dapat dilaksanakan dalam mengurangi insiden diare, keparahanya dan angka kematian pada anak yang berumur dibawah lima tahun (balita). Dari 18 cara intervensi yang dipelajari da baru-baru ini dibahas, 6 buah diantaranya terbukti paling berguna karena kelayakan dan efektifitasnya yaitu sebagai berikut:
a. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
b. Memperbaiki makanan sapihan
c. Membuang tinja anak secara baik dan benar
d. Membuang tinja anak secara baik dan benar.
e. Menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan
f. Penggunaan air bersih
Untuk menanggulangi masalah-masalah tersebut di atas, maka dapat dilakukan upaya pendidikan terhadap para ibu yang memiliki anak dibawah 2 tahun tentang cara-cara penyapihan yang dapat mengurangi angka kesakitan diare bagi anak. Hal yang diharapkan dari pendidikan antara lain (Depkes RI, 1999).
a. Mengurangi tercemarnya makanan melalui cara-cara perbaikan kebersihan makanan yang dapat menyebabkan rendahnya angka kesakitan diare.
b. Memperbaiki keadaan gizi melalui perbaikan makanan, akan membawa dampak terhadap berkurangnya keadaan kurang gizi dan lamanya kesakitan diare.
c. Mencuci tangan, kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan diri adalah bagian penting dalam penularan kuman penyebab diare, mengubah kebiasaan tertentu (misalnya mencuci tangan) dapat memutuskan mata rantai penularan diare.
d. Membuang tinja anak secara baik dan benar, anak kecil merupakan sumber penting bagi kuman penyebab diare infeksius, misalnya shigella dan vibro cholera. Tinja anak kecil yang mengandung diare dapat merupakan infeksi bagi orang lain.
Berikut ini merupakan 4 kegiatan pokok yang banyak berhubungan dengan upaya pemberantasan penyakit diare dan penyakit lainya, sebagai berikut (Depkes RI, 1999).
a. Buang air besar di jamban yang memenuhi syarat
b. Pengolahan air yang hygienes
c. Cuci tangan yang benar
d. Pembuangan sampah yang sehat.
B. Perilaku
1. Konsep Perilaku
Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas daripada manusia itu sendiri. Oleh sebab itu perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang cukup luas, mencakup: berjalan, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal seperti berfikir, persepsi dan juga emosi merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung.
2. Definisi Perilaku
Perilaku menurut Notoatmodjo (2003) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan menurut Morgan (1986) menyatakan pengukuran prilaku dapat dilakukan dengan menggunakan pengamatan langsung dan menggunakan checklist kepada objek perilaku. Pengamatan ini dapat dilakukan dengan beberapa teknik tergantung pada peran serta pengamatan dalam kelompok yang diamatinya.
Sedangkan menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2003), bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus:
1. Bentuk pasif yaitu respon internal yang terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat dilihat oleh orang lain, misalnya: berfikir, tanggapan, sikap serta pengetahuan. Bentuk pasif ini masih terselubung (covert behavior).
2. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat di observasi secara langsung sudah nampak dalam bentuk nyata (overt behavior)
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.
Bentuk operasional dan perilaku ini dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar.
2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan terhadap keadaan atau rangsangan dari luar subjek, sehingga alam itu sendiri mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat dan keadaan alam tersebut. Karena pengaruh lingkungan sedemikian rupa terhadap individu/kelompok, maka seakan-akan terbentuk sesuai kepribadian pada orang tersebut yang menjadi pola perilaku mereka. Oleh karena itu tidak mudah merubah perilaku seseorang.
3. Perilaku dalam bentuk yang konkrit, berupa tindakan (action) terhadap situasi dan rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2003).
3. Proses Perubahan Perilaku
Adapun beberapa teori yang menyatakan tentang adopsi, sehingga individu dapat melakukan perubahan sesuai dengan yang diharapkan, menurut teori Lewin (Mico dan Rose, 1975) mengemukakan teori tentang unfreezing yang berlangsung dalam lima fase yaitu :
a. Fase pencairan (the unfreezing fase) : pada fase ini individu mempertimbangkan penerimaan terhadap perubahan dan dalam keadaan siap menerima perubahan yaitu dalam hubungan dengan sikap dasar, motibasi dan perilaku.
b. Fase diagnosis masalah (the problem diagnose fase) : dalam fase ini individu atau kelompok mulai mengidentifikasi kekuatan-kekuatan baik yang mendukung perlunya perubahan dan yang tidak mendukung perubahan.
c. Fase penentuan tujuan (the goal setting fase) : pada fase ini individu memahami masalah dan mulai menentukan tujuan sesuai dengan perubahan yang diterima.
d. Fase perilaku (the new behavioer fase) : pada fase ini individu mulai mencoba dan membandingkan praktek yang telah dilakukan.
e. Fase pembentukan ulang (the refrezzing fase) : pada fase ini individu atau kelompok telah merasakan kegunaan dan kemudian menjadi pola perilaku yang permanen.
Menurut Harjono Sujono dalam Notoatmodjo (1985), bahwa dalam penerimaan suatu proses tricle down effect sehingga terjadi perubahan sikap dan pendapat. Ide bergerak di dalam atau atas dasar latar belakang sosial ekonomi dan lingkungan tertentu (budaya dan sistem pertahanan nasional), yang melalui proses-proses yaitu bertambah pengetahuan.
(knowledge increase) credibility, evaluasi dan percobaan (trial). Bila mendapat dukungan sosial dan dukungan psikologis akan diterima (adaption) oleh sasaran yang dituju. Bila diadopsi ini dapat penguatan (reinforcement), baik sosial maupun individual maka akan terjadi perubahan dalam diri individu atau kelompok.
Proses perubahan perilaku itu sendiri menurut teori Rogers dan Shoemaker (Notoatmodjo, 1984), untuk menuju pada perilaku Adopted diperlukan lima langkah yaitu:
a. Awarenes yaitu menyadarkan masyarakat dengan memberikan penerangan yang bersifat informative dan edukatif.
b. Interest yaitu masyarakat yang sudah mulai tertarik perhatianya terhadap usaha pembaharuan.
c. Evaluation yaitu masyarakat yang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap informasi yang diperoleh.
d. Trial, mencoba perilaku baru.
e. Adaption, yaitu masyarakat telah berperilaku baru sesuai dengan apa yang diharapkan.
Teori ini kemudian diperbaharui oleh Rogers sendiri menjadi empat fase yaitu :
1. Knowledge, yaitu dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan mengenai kesehatan, sesuai dengan bidang yang akan dicapai oleh program tersebut.
2. Persuasion, yaitu dalam tingkat ini masyarakat sudah mulai tertarik terhadap pengetahuan yang diperolehnya.
3. Decision, yaitu dalam fase ini masyarakat sudah memutuskan untuk mencoba perilaku baru.
4. Confirmation, yaitu apabila masyarakat telah mau melaksanakan perilaku baru sesuai dengan norma-norma kesehatan maka perilaku ini perlu dipertahankan dengan cara meneruskan usaha-usaha yang telah ada.
4. Teori Determinan Perilaku
Beberapa teori perilaku yang telah mencoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003). Green mencoba untuk menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor prilaku (behavioer causes) dan faktor di luar prilaku (non behavioer causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk oleh tiga faktor, yakni:
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor-faktor yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan kebiasaan.
b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors)
Faktor-faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas kesehatan, misalnya Puskesmas, Obat-obatan, jamban dan sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors)
Faktor-faktor yang terwujud dalam perilaku petugas kesehatan yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
5. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, makanan serta lingkungan. Secara lebih rinci perilaku kesehatan itu mencakup:
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit itu bagaimana manusia merespon, baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan persepsi tentang penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya) maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut.
b. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior).
c. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior). Prilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behavior)
d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior).
e. Perilaku terhadap sistem pelayanan.
f. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior)
g. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)
Menurut ebsiklopedi Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkunganya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi yakni yang disebut rangsangan. Dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoatmodjo, 2003).
6. Perilaku Masyarakat Sehubungan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak merasakan sakit (desease but not illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka sering diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha (Notoatmodjo, 2007).
Pertama: tidak bertindak (no action). Alasanya bahwa kondisi yang demikian tidak menganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari, tidak jarang juga masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lain yang dianggap lebih penting dari pada pada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan priortias dalam hidup dan kehidupanya. Alasan lain adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, tidak responsive dan sebagainya.
Kedua, bertindak mengobati sendiri (self treatment), di samping alasan tersebut diatas alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya pada diri sendiri dan merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu usaha sendiri dapat mendapatkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.
Ketiga, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (tranditional remedy). Untuk masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini masih menduduki tempat teratas di bandingkan dengan pengobatan-pengobatan yang lain.
Keempat, mencari pengobatan dengan mencari obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk tukang-tukang jamu.
Kelima, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga kesehatan swasta yang di kategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas dan rumah sakit.
Keenam, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern yang diselenggarakan oleh dokter praktek (private medicine).
Dari uraian diatas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat sakit adalah berbeda dengan konsep kita tentang sehat sakit itu sendiri. Demikian juga persepsi sehat sakit antara kelompok-kelompok masyarakat pun akan berbeda-beda pula.
Persepsi masyarakat terhadap sehat sakit erat hubunganya dengan perilaku pencarian obat. Kedua pokok pikiran tersebut akan mempengaruhi atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi sehat sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat sakit kita, maka jelas masyarakat belum tentu mau menggunakan fasilitas yang diberikan. Dan bila persepsi sehat sakit masyarakat sudah sama dengan pengertian kita, maka kemungkinan besar fasilitas yang diberikan. Dan bila persepsi sehat masyarakat sudah sama dengan pengertian kita, maka kemungkinan besar fasilitas yang diberikan akan digunakan.
Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas-puskesmas perlu ditunjang dengan adanya penelitian-penelitian sosial budaya masyarakat, persepsi dan perilaku masyarakat tersebut terhadap sehat sakit. Bila diperoleh data bahwa masyarakat masih mempunyai persepsi sehat sakit yang berbeda dengan kita, maka kita dapar melakukan pembentukan konsep sehat sakit itu melalui pendidikan kesehatan masyarakat. Dengan demikian pelayanan yang kita berikan akan diterima oleh masyarakat.
C. Faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita.
1. Pendidikan
Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti seseorang sampai selesai secara formal (Depdikbud, 1997). Menurut pendapat Kuncoro Ningrat (1992) dalam (Depdikbud, 1997) bahwa semakin tinggi pendidikanya seseorang akan semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, pendidikan yang kurang akan menghambat sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Pendidikan juga mampu merubah tingkah laku seseorang sehingga mencapai kualitas hidup. Pendidikan merupakan faktor internal dari seseorang yang mengetahui orang lain dalam berprilaku (Blum, 1980).
2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan proses penginderaan manusia terhadap objek di luarnya melalui indera-indera yang dimilikinya seperti penginderaan, penglihatan, penciuman. Dengan sendirinya pada waktu proses penginderaan ini dalam diri individu terjadi proses perhatian, persepsi dan penghayatan terhadap stimulus atau objek dari luar individu (Notoatmodjo, 1993).
Semua ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Rogers dan Shoemeker tentang teori inovasi yang dikenal dengan adaption prosess. Menurut teori ini, untuk mencapai perubahan perilaku/pengetahuan diperlukan tahap-tahap (Notoatmodjo, 2002), yakni :
a. Awerness (tahu)
Pada tahap, pendidikan kesehatan diperlukan untuk menyadarkan masyarakat dengan penerangan yang bersifat informatif dan deduktif dalam penyediaan.
b. Interest (tertarik)
Tahap ini, masyarakat telah untuk menggunakan BAB sehingga perlu diberikan tambahan penerangan untuk pesan kesehatan yang telag didengarnya.
c. Evaluation (penilaian)
Tahap dimana masyarakat mulai melakukan penilaian terhadap pentingnya menggunakan sarana air bersih, untuk itu petugas perlu meyakinkan, memberikan bimbingan dan penyuluhan yang lebih mantap.
d. Trial (percobaan)
Melakukan suatu uji coba di hadapan masyarakat, akan perbedaan air bersih dengan air yang tidak bersih atau kotor.
3. Sikap
a. Pengertian
1) Merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
2) Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003)
b. Tingkatan sikap
1) Menerima (receiving)
2) Merespon (responding)
3) Menghagari (valoving)
4) Bertanggung jawab (responsible) (Notoatmodjo, 2007)
c. Pengukuran sikap
1) Secara langsung : pendapat responden terhadap objek
2) Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian dipertanyakan pendapat responden (Azrul Azwar, 2003)
4. Penyediaan Air Bersih
Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia, di dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Untuk tubuh orang dewasa dan anak-anak memerlukan air sekitar 55-60% dari berat badan dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia dan air sangat kompleks antara lain untuk minum, memasak, mandi, mencuci dan sebagainya.
Menurut perhitungan WHO di Negara-negara maju setiap orang memerlukan air antara 20-120 liter perhari. Sedangkan di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter perhari oleh karena itu untuk keperluan minum termasuk untuk memasak, air harus mempunyai persyaratan khusus (Notoatmodjo, 2003)
5. Sumber-sumber Air Minum
a. Air hujan
Air hujan dapat ditampung di jadikan air minum. Tetapi air hujan ini tidak mengandung kalsium. Oleh karena itu, agar dapat dijadikan air minum yang sehat perlu ditambahkan kalsium di dalamnya.
b. Air sungai dan danau
Menurut asalnya sebagian dari air sungai dan air danau ini juga dari hujan yang mengalir melalui saluran-saluran ke dalam sungai atau danau ini. Kedua sumber ini sering juga disebut air permukaan. Oleh karena air sungai dan danau ini sudah terkontaminasi atau tercemar oleh berbagai macam kotoran, makanya bila akan dijadikan air minum harus diolah terlebih dahulu.
c. Mata air
Air yang keluar dari mata iar ini biasanya berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah. Oleh karena itu, air dari mata air ini bila belum tercemar oleh kotoran sudah dapat dijadikan air minum langsung. Tapi karena kita belum yakin apakah betul belum tercemar, maka alangkah baiknya air tersebut di rebus dahulu sebelum di minum.
d. Air sungai dangkal
Air ini keluar dari dalam tanah, sering juga disebut air tanah. Air berasal dari lapisan air di dalam tanah dari tempat yang satu ke tempat yang lain berbeda-beda. Biasanya berkisar 5 sampai 15 meter dari permukaan tanah. Air sumur pompa dangkal belum begitu sehat, karena kontaminasi kotoran dari permukaan tanah masih ada. Oleh karena itu, perlu disebus dahulu sebelum di minum.
e. Air sumur dalam
Air ini berasal dari air kedua di dalam tanah. Dalamnya dari permukaan tanah biasanya diatas 15 meter, sebagian besar air sumur dalam ini sudah cukup sehat untuk dijadikan air minum yang langsung (tanpa melalui proses pengolahan) (Juli Soemirat, 1994)
6. Pengolahan Air Minum Secara Sederhana
Ada beberapa cara pengolahan air minum antara lain sebagai berikut:
a. Pengolahan secara alamiah
Pengolahan ini dilakukan dalam bentuk penyimpanan (storage) dari air yang diperoleh dari berbagai sumber air seperti air danau, air kali, air sumur dan sebagainya. Di dalam penyimpanan ini air dibiarkan untuk beberapa jam ditempatnya. Kemudian akan terjadi koagulasi dari zat-zat yang terdapat di dalam air dan akhirnya terbentuk endapan. Air akan menjadi jernih karena partikel-partikel yang ada dalam air akan ikut mengendap.
b. Pengolahan air dengan menyaring
Penyaringan air dengan sederhana dapat dilakukan dengan kerikil, ijuk dan pasir. Penyaringan pasir dan teknologi tinggi dilakukan oleh P.A.M (Perusahaan Air Minum) yang hasilnya dapat dikonsumsi umum.
c. Pengolahan air dengan menambahkan zat kimia
Zat kimia yang digunakan dapat berupa 2 macam, yakni zat kimia yang berfungsi untuk koagulasi dan akhirnya mempercepat pengendapan (misalnya tawas). Zat kimia yang kedua adalah berfungsi untuk menyucihamakan (membunuh bibit penyakit dalam air, dalam chlor).
d. Pengolahan Air dengan Mengalirkan udara
Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, menghilangkan gas-gas yang tak diperlukan, misalnya CO2 dan juga menaikan derajat keasaman air.
e. Pengolahan Air dengan memanaskan sampai mendidih
Tujuanya untuk membunuh kuman-kuman yang terdapat pada air. Pengolahan semacam ini lebih tepat hanya untuk konsumsi kecil, misalnya untuk kebutuhan rumah tangga.
Di lihat dari segi konsumenya, pengolahan air dibagi menjadi 2 golongan:
a. Pengolahan air minum untuk umum
1) Penampungan air hujan
Air hujan dapat ditampung di dalam suatu dam (danau buatan), semua air sungai dialirkan ke danau tersebut melalui alur-alur air. Air hujan juga dapat ditampung dengan bak-bak ferosemen dan di sekitarnya di bangun atap-atap untuk mengumpulkan air hujan. Air hujan baik yang berasal dari sumur (danau) dan bak penampungan tersebut secara bakteriologi belum terjamin, untuk itu kewajiban keluarga-keluarga untuk memasaknya sendiri.
2) Pengolahan air sungai
Air sungai di alirkan ke suatu bak penampung 1, melalui saringankasar yang dapat memisahkan benda-benda padat dalam partikel besar. Bak penampung 1 tadi di beri saringan yang terdiri dari ijuk, pasir, kerikil dan sebagainya. Kemudian air dialirkan kebak penampungan ke 2 diberi tawas dan chlor. Setelah itu bisa di konsumsi.
3) Pengolahan mata air
Mata air yang secara alamiah timbul di desa-desa perlu dikelola dengan melindungi mata air tersebut, agar tidak tercemar oleh kotoran. Air dapat di alirkan ke rumah-rumah melalui pipa-pipa bambu atau datang langsung ke sumber yang sudah terlindungi (Notoatmodjo, 2003)
b. Pengolahan air untuk rumah tangga
Air sumur pompa sudah cukup memenuhi persyaratan kesehatan. Tetapi sumur pompa di daerah pedesaan masih di anggap mahal sehingga lebih umum digunakan adalah sumur gali. Agar air sumur pompa gali tidak tercemar oleh kotoran sekitarnya, perlu adanya syarat-syarat sebagai berikut:
1) Harus ada bibir sumur, agar bila musim air hujan tiba air tanah tidak masuk kedalamnya.
2) Pada bagian atas kurang lebih 3 meter dari permukaan tanah, harus ditembok agar air dari atas tidak dapat mengotori air sumur.
3) Perlu diberi pelapis kerikil di bagian bawah sumur tersebut untuk mengurangi kekeruhan. Sebagai pengganti kerikil, ke dalam sumur dapat dimasukan suatu zat yang dapat membentuk endapan, misalnya tawas.
Membersihkan air sumur yang kerush dapat dilakukan dengan saringan yang dapat dibuat sendiri dari kaleng bekas (Juli Soemirat, 1994).
D. Kerangka Teori
Menurut teori L. Green (1980) dalam buku Notoatmodjo (2007) menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu perilaku (beahavior causes) dan faktor luar perilaku (non behavior causes), selanjutnya perilaku seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu presdisposing factors meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, norma dan unsure lain yang terkait pada individu. Enabling factors meliputi semua karakter lingkungan dan sumber daya atau fasilitas yang mendukung terjadinya perilaku, yang termasuk sebagai faktor pendukung ini adalah ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan dan reinforcing factors yaitu sikap dan perilaku di luar individu yang menguatkan perilaku seseorang, misalnya pengaruh dari teman atau kelompok sebaya, tokoh masyarakat, pemimpin dan sebagainya. Secara skema di gambarkan sebagai berikut:
Keturunan
Pelayanan Status
Kesehatan Kesehatan Lingkungan
Perilaku
Predisposing Enabling Reinforcing
factors factors Faktors
(pengetahuan, sikap (Ketersediaan sumber (sikap dan prilaku
kepecayaan, tradisi sumber/fasilitas petugas, peraturan
nilai, dsb) UU dll)
Pemberdayaan
Komunikasi Masyarakat Training
(Penyuluhan) (Pembedayaan sosial)
Promosi kesehatan
Gambar 2.1. : Kerangka teori penelitian L. Green
Sumber : Notoatmodjo, 2007
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua factor, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes) di simpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Dikarenakan keterbatasan waktu dan sesuai dengan kepentingan penelitian maka peneliti hanya meneliti faktor yang terdapat didalam kerangka konsep dibawah ini.
Variabel Independent Variabel Dependent
B. Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1
Variabel Dependen
Upaya pencegahan diare pada balita
Semua tindak tanduk responden dalam upaya pencegahan diare pada balita.
Kuesioner
wawancara
1. Positif, bila responden memberikan jawaban benar ≥ mean (kode 2)
2. Negatif, bila responden memberikan jawaban benar < mean (kode 1)
Ordinal
1
2
variabel Independen
Pendidikan
Pengetahuan
Pendidikan formal yang pernah dijalani sesuai dengan ijazah terakhir yang dimiliki sesuai dengan pengakuanya.
Hal-hal yang diketahui responden tentang diare, meliputi penyebab diare dan pencegahan diare.
Kuesioner
Kuesioner
wawancara
wawancara
1. Tinggi, apabila lulus SMU (kode 2)
2. Rendah, apabila tidak lulus SMU (kode 1)
1. Baik, bila responden memberikan jawaban benar ≥ mean (kode 2).
2. Tidak baik, bila responden memberikan jawaban benar < mean (kode 1).
Ordinal
Ordinal
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
3
4
Sikap
Penyediaan air bersih
Perilaku tertutup ibu terhadap hal-hal yang berhubungan dengan upaya pencegahan penyakit diare.
Sumber air yang digunakan masyarakat baik dari air sumur maupun air sungai.
Kuesioner
Kuesioner
Wawancara
Wawancara
1. Positif, bila responden memberikan jawaban positif ≥ mean (kode 2).
2. Negatif, bila responden memberikan jawaban positif < mean (kode 1).
1. Memenuhi syarat kesehatan bila responden memberikan jawaban benar sama / diatas mean (kode 2).
2. Tidak memenuhi syarat kesehatan bila responden memberiakan jawaban benar dibawah mean (kode 1).
Ordinal
Ordinal
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita
2. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita.
3. Ada hubungan antara sikap ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita
4. Ada hubungan antara penyediaan air bersih dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional (non-experimen) yaitu penelitian ini tidak dilakukan perlakuan terhadap subjek penelitian tetapi penelitian dengan melakukan observasi apa yang terjadi sesungguhnya pada subjek penelitian di populasi dengan rancangan potong lintas (cross sectional) yang digunakan untuk analisa data yang menyangkut variabel dependen dan variabel independent yang di observasi dan diambil pada waktu bersamaan. (Notoatmodjo, 2003).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.
2. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan bulan Mei – Juni 2009.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita 0-5 tahun sebanyak 425 orang dan bertempat tinggal di desa kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur.
2. Sampel Penelitian
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti sebagai jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik simple random sampling untuk pengambilan sampel menurut Sugiono (2005), dikatakan simpel (sederhana) karena pengambilan sampel dalam anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada didalam populasi. Peneliti akan membagikan kuesioner kepada seluruh ibu yang mempunyai balita yang mengikuti Posyandu di desa Kemalaraja wilayah kerja puskesmas Kemalaraja. Besar sampel dalam penelitian ini di hitung dengan rumus Iwan Ariawan (1998) sebagai berikut:
Z2.1-α/2.P (1-P).N
n =
d2.(N – 1) + Z2.1-α/2.p (1-p)
keterangan :
N : Sampel yang akan diteliti.
Z .1-α/2 : Derajat kepercayaan diri seluruh populasi yaitu 95% (1,96).
P : Proporsi pada populasi 0,5.
d : Simpangan dari proporsi populasi yaitu presisi digunakan 0,1
n : Jumlah seluruh populasi yaitu
Z2.1-α/2.P (1-P).N
n =
d2.(N – 1) + Z2.1-α/2.p (1-p)
n = 1,962.0,5 (1-0,5).425
0,12 x (540-1) + 1,962. 0,5.(1-0,5)
n = 3,8416.0,5.0,5.425
0,01.540 + 3,8416.0,5.0,5
n = 408,17
5,2004
n = 78,4 dibulatkan menjadi 79 sampel.
D. Etika Penelitian
Sebelum dilakukan penelitian, responden akan menandatangani formal persetujuan sebagai responden dalam penelitian. Hal ini dilakukan sebelum penelitian menyerahkan kuesioner untuk dilakukan wawancara.
E. Tehnik dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
a. Data primer
Data primer adalah data yang didapatkan dari responden melalui wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner serta observasi langsung dan sebagai respondennya adalah ibu balita.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang di peroleh dari Dinas Kesehatan, Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.
F. Tahap Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Tahap Pengolahan Data
a. Editing (pengeditan)
Meneliti kembali apakah jawaban dari lembar kuesioner sudah cukup baik sehingga dapat di proses lebih lanjut. Editing dapat dilakukan ditempat pengumpulan data sehingga jika terjadi kesalahan, maka upaya perbaikan dapat segera dilakukan.
b. Coding (pengkodean)
Usaha mengklasifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya, menjadi yang lebih ringkas dengan menggunakan kode.
c. Entry (pemasukan data)
Memasukan data ke dalam tabel yang disediakan.
d. Cleaning data (pembersihan data)
Data yang telah dimasukan kedalam kolom di cek kembali/diperiksa kemblai untuk mengoreksi kemungkinan kesalahan.
e. Tabulating
Data dikelompokan dan dimasukan dalam bentuk tabel.
2. Analisa Data
a. Univariat
Analisa dilakukan pada setiap variabel dari hasil penelitian dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi untuk mendapatkan gambaran distribusi dan variabel dependen (upaya pencegahan diare pada balita) dan variabel independen (pendidikan, pengetahuan, sikap, penyediaan air bersih). (Sutanto, 2001)
b. Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antar variabel dependen dengan variabel independen. Dalam hal ini mengingat data dari penelitian ini baik dari variabel dependen maupun variabel independen merupakan data kategori makan uji statistik yang digunakan adalah uji chi square dengan confident interval atau derajat kepercayaan 95%. Bila P Value < 0,05 berarti hasil perhitungan statistic bermakna. (Arianto, 2005)
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum
1. Gambaran Umum Puskesmas Kemalaraja
Puskesmas Kemalaraja merupakan salah satu Puskesmas yang berada dalam Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ulu. Puskesmas Kemalaraja berdiri pada tahun 1991 dengan Luas Wilayah Kerja 36,79 Km2 dan membawahi 4 Kelurahan yaitu Kemalaraja, Baturaja lama, Kemelak dan Sepancar. Jumlah Penduduk pada tahun 2009 yaitu 31.468 jiwa, terdiri dari 14. 183 laki-laki dan 17.285 Perempuan.
Secara geografis, batas-batas Puskesmas Kemalaraja meliputi:
- Utara berbatasan dengan wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukaraya
- Selatan berbatasan dengan wilayah kerja UPTD Puskesmas Penyandingan
- Barat berbatasan dengan wilayah kerja UPTD PuskesmasbTanjung Agung
- Timur berbatasan dengan wilayah kerja UPTD Puskesmas Martapura
Sebagian wilayah merupakan daerah perkotaan dan sebagian besar merupakan dataran tinggi dalam bentuk persawahan dan perkebunan
2. Visi dan Misi Puskesmas Kemalaraja
a. Visi
Tercapainya masyarakat yang hidup dilingkungan yang sehat, dan berprilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata.
b. Misi
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan diwilayah kerja UPTD Puskesmas Kemalaraja.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kemalaraja.
3. Memelihara dan meningkatkan mutu, permerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan sesuai standard an memuaskan masyarakat.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungan.
3. Tugas Pokok Puskesmas Kemalaraja
Meningkatakan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
4. Fungsi Puskesmas Kemalaraja
a. Sebagai pusat pengerak pembangunan berwawasan kesehatan
b. Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat
c. Sebagai pusat pelayanan kesehatan
1) Pelayanan kesehatan masyarakat
2) Pelayanan kesehatan peorangan
5. Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Kemalaraja berjumlah 48 orang dengan perincian status sebagai berikut:
a. PNS sebanyak 28 orang
b. PTT sebanyak 1 orang
c. TKS sebanyak 19 orang
( Propil Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Tahun 2009)
B. Gambaran Umum Kelurahan Kemalaraja
1. Keadaan Demografi
Kelurahan Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur memiliki Luas wilayah 3,5 Km 2 dengan jumlah penduduk desa kemalarja sebanyak 13. 789 dan jumlah kepala keluarga 3319 Kepala Keluarga dengan Komposisi sebagai berikut:
Tabel 5.1
Jumlah Penduduk menurut mata pencaharian di kelurahan Baturaja Timur
tahun 2009
No
Umur
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
1.
PNS
TNI
Karyawan Swasta
Wiraswasta
Tani
Pertukangan
Buruh Tani
Pensiunan
Nelayan
Pemulung
Jasa
1869
103
105
731
84
163
327
4
74
52,94
5,43
2,95
20,59
2,36
4,59
9,21
2,08
total
3. 550
100
(Profil Kelurahan Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Tahun 2009
2. Keadaan Geografi
Kelurahan Kemalaraja merupakan salah satu dari keluran yang ada di kecamatan Baturaja Timur dengan luas wilayah 850 ha dan batas wilayah
1. Sebelah Utara berbatasan dengan desa Tanjung Kemala
2. Sebelah selatan berbatasan dengan sungai ogan.
3. Barat berbatasan dengan desa Sukajadi
4. Timur berbatasan dengan sungai ogan
3. Trasnsportasi
Kelurahan Kemalaraja berada ditengah kota Baturaja yang mudah dijangkau artinya transportasi di Kelurahan adalah lancar, dapat di jangkau dengan kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat jarak ke Kota Kecamatan terdekat ± 5 Km, jarak ke Kota Kabupaten 7 Km.
(Propil Kelurahan Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur, 2009).
1. Hasil Penelitian
a. Hasil analisa univariat
Tabel 5.2
Distribusi frekuensi upaya pencegahan diare pada balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009
No
Upaya pencegahan diare pada balita
Jumlah
Persentase
1
2
Negatif
Positif
40
39
50,6
49,4
Jumlah
79
100
Hasil analisis upaya pencegahan diare pada balita mayoritas negative sebanyak 40 orang (50,6%) sedangkan yang positif 39 orang (49,4%).
Tabel 5.3
Distribusi frekuensi menurut tingkat pendidikan dengan upaya pencegahan diare pada balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009
No
Pendidikan
Jumlah
Persentase
1
2
Rendah
Tinggi
49
30
62
38
Jumlah
79
100
Dari tabel distribusi frekuensi diatas, dapat diketahui sebagian besar pendidikan responden rendah sebanyak 49 responden (62%), sedangkan yang berpendidikan tinggi sebanyak 30 responden (38,0%).
Tabel 5.4
Distribusi frekuensi menurut tingkat pengetahuan dengan upaya pencegahan diare pada balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009
No
Pengetahuan
Jumlah
Persentase
1
2
Tidak baik
Baik
54
24
68,4
31,6
Jumlah
79
100
Hasil analisis pengetahuan tentang upaya pencegahan kejadian diare pada balita mayoritas yang berpengetahuan tidak baik sebanyak 54 orang (68,4%), sedangkan yang berpengetahuan baik sebanyak 24 orang (31,6%).
Tabel 5.5
Distribusi frekuensi menurut sikap dengan upaya pencegahan diare pada balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009
No
Sikap
Jumlah
Persentase
1
2
Negatif
Positif
42
37
53,2
46,2
Jumlah
79
100
Dari tabel distribusi frekuensi diatas, dapat diketahui responden yang bersikap negatif sebanyak 42 responden (53,2%), sedangkan yang bersikap positif sebanyak 37 responden (46,2%).
Tabel 5.6
Distribusi frekuensi menurut penyediaan air bersih dengan upaya pencegahan diare pada balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten
Ogan Komering Ulu Tahun 2009
No
Penyediaan air bersih
Jumlah
Persentase
1
2
Tidak memenuhi syarat kebersihan
Memenuhi syarat kebersihan
42
37
53,2
46,8
Jumlah
79
100
Hasil analisis penyediaan air bersih responden mayoritas tidak memenuhi syarat kesehatan 42 orang (53,2%) sedangkan memenuhi syarat kesehatan sebanyak 37 orang (46,8%).
b. Hasil analisa bivariat
Tabel 5.7
Hubungan pendidikan responden dengan upaya pencegahan diare pada balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten
Ogan Komering Ulu Tahun 2009
Pendidikan
Upaya pencegahan kejadian diare pada balita
p.value
Negatif
Positif
Jumlah
Rendah
30
(61,2%)
19
(38,8%)
49
(100%)
0,030
Tinggi
10
(33,3%)
20
(66,7%)
30
(100%)
Jumlah
40
(50,5%)
39
(49,4%)
79
(100%)
Dari tabel 5.7. hasil analisis hubungan antara pendidikan responden dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita diperoleh bahwa ada sebanyak 19 dari 49 responden (38,8%) yang berpendidikan rendah dan berperilaku positif, sedangkan responden yang berpendidikan tinggi ada 20 orang (66,7%) dan berperilaku positif.
Berdasarkan uji statistik didapat hubungan yang bermakna antara variabel pendidikan dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita dengan nilai p.value 0,030 (p.value < 0,5).
Tabel 5.8
Hubungan pengetahuan responden dengan upaya pencegahan diare pada balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten
Ogan Komering Ulu Tahun 2009
Pengetahuan
Upaya pencegahan kejadian diare pada balita
p.value
Negatif
Positif
Jumlah
Tidak baik
34
(63%)
20
(37%)
54
(100%)
0,003
Baik
6
(24%)
19
(76%0
25
(100%)
Jumlah
40
(50,6%)
39
(49,4%
79
(100%)
Dari tabel 5.8 hasil analisis hubungan antara pengetahuan responden dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita diperoleh ada sebanyak 20 responden (37%) yang berpengetahuan tidak baik dengan perilaku positif, sedangkan ibu yang berpengetahuan baik sebanyak 19 orang (76%) dengan prilaku positif. Berdasarkan uji statistik didapat hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita dengan p.value 0.003 (p < 0,5).
Tabel 5.9
Hubungan sikap responden dengan upaya pencegahan diare pada balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009
Dari tabel 5.9 hasil analisis hubungan sikap responden dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita diperoleh ada sebanyak 14 dari 37 responden (33,3%) yang bersikap negative dengan perilaku positif. Sedangkan ibu yang bersikap positif sebanyak 25 orang (67,6%) dengan perilaku positif. Berdasarkan uji statistik didapat hubungan yang bermakna antara variabel sikap dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita dengan p.value 0.005 (p < 0,5).
el 5.10
Hubungan penyediaan air bersih dengan upaya pencegahan diare pada balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten
Ogan Komering Ulu Tahun 2009
Penyediaan air bersihHubungan penyediaan air bersih dengan upaya pencegahan diare pada balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten
Ogan Komering Ulu Tahun 2009
Upaya pencegahan kejadian diare pada balita
p.value
Negatif
Positif
Jumlah
Tidak memenuhi syarat kesehatan
25
(59,5%)
17
(40,5%)
42
(100%)
1,045
Memenuhi syarat kesehatan
15
(40,5%)
22
(59,5%)
37
(100%)
Jumlah
40
(50,6%)
39
(49,4%)
79
(100%)
Dari tabel 5.10 Hasil analisis hubungan penyediaan air bersih dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita diperoleh ada sebanyak 17 responden (40,5%) yang penyediaan air bersihnya tidak memenuhi syarat kesehatan dengan prilaku positif. Sedangkan yang penyediaan air bersihnya memenuhi syarat kesehatan sebanyak 22 orang (59,5%) dengan perilaku positif. Berdasarkan uji statistik, tidak di dapat hubungan yang bermakna antara variabel penyediaan air bersih dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita dengan nilai p.value 1,045 (p > 0,5).
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
1. Desain penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian cross sectional dengan potong lintang karena data yang dikumpulkan baik variabel independent maupun variabel dependen dikumpulkan dan dianalisa secara bersamaan. Dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah upaya pencegahan diare pada balita, pendidikan, pengetahuan, sikap dan penyediaan air bersih. Tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak variabel yang terkait dengan penelitian ini namun karena keterbatasan waktu yang dimiliki maka peneliti hanya membahas beberapa faktor diatas saja.
2. Waktu penelitian
Karena keterbatasan waktu penelitian, maka hasil penelitian ini masih banyak kekurangan, yang mana penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa Kemalaraja Wilayah Kerja Puskesmas Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009.
3. Kualitas Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kuesioner dalam bentuk pertanyaan tertutup yang memerlukan jawaban singkat. Penelitian ini tidak dilakukan pengkajian yang mendalam kualitas data sangat tergantung dari kemampuan responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Data yang didapatkan adalah bentuk angka-angka yang telah dikategorikan sesuai kebutuhan penelitian. Maka informasi yang didapat tidak dapat mengungkapkan lebih banyak mengenai upaya pencegahan diare pada balita.
B. Pembahasan hasil penelitian
1. Hubungan pendidikan responden dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa kemalaraja tahun 2009
Pada hasil penelitian diketahui dari 79 responden, proporsi responden dengan pendidikan rendah menunjukan adanya upaya pencegahan kejadian diare hanya sebesar 19 (38,8%) sedangkan responden dengan pendidikan tinggi menunjukan adanya upaya pencegahan kejadian diare sebesar 20 (66,7%). Dari hasil uji statistic chi-square menunjukan p.value = 0,030 (P < 0,5), hal ini berarti bahwa ada hubungan signifikan atau bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita. Sehingga hipotesis yang menyatakan ada hubungan tingkat pendidikan dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita terbukti. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pendidikan responden dapat berpengaruh besar terhadap upaya pencegahan kejadian diare pada balita.
Hal ini menurut Kuncoro Ningrat dalam Depdikbud (1997) bahwa makin tinggi pendidikan seseorang akan semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya apabila pendidikan yang kurang akan menghambat sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan, pendidikan juga mampu mengubah tingkah laku seseorang sehingga mencapai kualitas hidup.
Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu perlu ditingkatkan lagi dengan bantuan petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan kesehatan.
Penelitian yang sebelumnya juga pernah dilakukan oleh Afryan (2007) tentang hubungan tingkat pendidikan terhadap upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa Pusar. Dari hasil penelitiannya diketahui memang terdapat hubungan tingkat pendidikan dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita.
2. Hubungan pengetahuan responden dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa Kemalaraja tahun 2009
Pada hasil penelitian diketahui dari 79 responden, proposi responden dengan pengetahuan tidak baik menunjukan adanya upaya pencegahan kejadian diare hanya sebesar 20 (37%) sedangkan responden dengan pengetahuan baik menunjukan adanya upaya pencegahan kejadian diare sebesar 19 (76%). Dari hasil uji statistik chi-square menunjukan nilai p.value = 0,003 (P < 0,,05). Hal ini berarti bahwa ada hubungan signifikan atau bermakna antara pengetahuan ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita terbukti. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kurangnya tingkat pengetahuan responden tentang pencegahan dan penatalaksanaan diare maka akan semakin tinggi tingkat kejadian diare. Sebaliknya semakin baik tingkat pengetahuan responden tentang pencegahan dan penatalaksanaan diare maka akan semkain rendah kejadian diare.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh Notoatmodjo (1993), pengetahuan merupakan proses penginderaan manusia terhadap objek diluarnya melalui indera-indera yang dimilikinya seperti penginderaan, penglihatan, penciuman. Dengan sendirinya pada waktu proses penginderaaan dalam diri individu terjadi proses perhatian, persepsi dan penghayatan terhadap stimulus atau objek dari luar individu.
Haryanti (2006) juga pernah melakukan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan terhadap upaya pencegahan kejadian diare pada balita di Puskesmas Mekarsari desa Kepala Dua. Dari hasil penelitianya diketahui memang terdapat hubungan tingkat pengetahuan dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita.
3. Hubungan sikap responden dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa Kemalaraja tahun 2009
Pada hasil penelitian diketahui dari 79 responden, proporsi dengan sikap negatif menunjukan adanya upaya pencegahan kejadian diae sebesar 14 (33,3%) sedangkan responden dengan sikap positif menunjukan adanya upaya pencegahan kejadian diare sebesar 25 (67,6%). Dari hasil uji statistic chi-square menunjukan p.value = 0,005 (p < 0,05), hal ini berarti bahwa ada hubungan signifikan atau bermakna antara sikap ibu dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita, sehingga hipotesis yang menyatakan ada hubungan sikap dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita terbukti.
Menurut Notoatmodjo (2003), sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek serta sikap juga merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap negatif terhadap pencegahan dan pengobatan diare berarti tidak ada kecenderungan responden untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap terjadinya diare dan melakukan pengobatan atau pertolongan pertama terhadap kejadian diare secara tepat dan benar.
Penelitian tentang hubungan sikap terhadap upaya pencegahan kejadian diare pada balita juga pernah dilakukan oleh Yusmita (2006) di RSUD Kabupaten Musi Rawas. Dari hasil penelitianya diketahui memang terdapat hubungan sikap dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita dengan sebagian besar responden memiliki sikap negatif terhadap pencegahan dan pengobatan diare. Berarti tidak ada kecenderungan responden untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap terjadinya diare dan melakukan pengobatan atau pertolongan pertama terhadap kejadian diare secara tepat dan benar.
4. Hubungan penyediaan air bersih dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa Kemalaraja tahun 2009
Pada hasil penelitian diketahui dari 79 responden, proporsi responden dengan penyediaan air bersih tidak memenuhi syarat kesehatan menunjukan tidak adanya upaya pencegahan kejadian diare sebesar 17 (40,5%) sedangkan responden dengan penyediaan air bersih memenuhi syarat kesehatan menunjukkan adanya upaya kejadian diare sebesar 22 (59,5%). Dari hasil uji statistik chi-square menunjukan p.value = 1,045 (P > 0,05) hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan yang bermakna (signifikan) antara penyediaan air bersih dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita. Tetapi, dari sebagian besar responden yang penyediaan air bersihnya tidak memenuhi syarat kesehatan untuk kebutuhan dapur seperti memasak dan kebutuhan minum sehari-hari responden menggunakan air isi ulang sebagai antisipasi terhadap terjadinya diare. Sedangkan kebutuhan mandi dan mencuci mereka menggunakan sumber air yang ada dirumah mereka seperti air sumur dan air sungai.
Dari hasil penelitian diatas, bahwa mayoritas penyediaan air bersih responden tidak memenuhi syarat kesehatan dan ini merupakan salah satu faktor terjadinya diare pada balita.
Maka dari itu diperlukan perhatian yang lebih dari tenaga-tenaga kesehatan agar dapat memberikan penyuluhan kepada ibu terhadap pentingnya penyediaan air bersih sebagai upaya pencegahan diare pada balita.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari permasalahan dan pembahasan yang dikaji pada bab-bab terdahulu, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Distribusi frekuensi upaya pencegahan kejadian diare pada balita sebagian besar negatif yaitu sebanyak 40 (50,5%) sedangkan yang positif 39 (49,4%), pendidikan tinggi 30 (38%) sedangkan pendidikan rendah 49 (62%), pengetahuan baik 24 (31,6%) sedangkan pengetahuan tidak baik 54 (68,4%), sikap positif 37 (46,8%) sedangkan sikap negatif 42 (53,2%), penyediaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan 37 (46,8%), penyediaan air bersih responden yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebanyak 42 (53,2%).
2. Ada hubungan yang bermakna antara pendidikan responden dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita dengan p.value 0.030 di
3. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan responden dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita dengan p.value 0.003 di desa kemalaraja tahun 2009.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh Notoatmodjo (1993), pengetahuan merupakan proses penginderaan manusia terhadap objek diluarnya melalui indera-indera yang dimilikinya seperti penginderaan, penglihatan, penciuman. Dengan sendirinya pada waktu proses penginderaaan dalam diri individu terjadi proses perhatian, persepsi dan penghayatan terhadap stimulus atau objek dari luar individu. Jadi, semakin baik tingkat pengetahuan responden tentang pencegahan diare maka akan semakin rendah kejadian diare.
4. Ada hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita dengan p.value 0.005 di desa kemalaraja tahun 2009.
Menurut Notoatmodjo (2003), sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek serta sikap juga merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Jadi, kesimpulanya bahwa tidak ada kecenderungan responden untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap terjadinya diare dan melakukan pengobatan atau pertolongan pertama terhadap kejadian diare secara tepat dan benar.
Tetapi, dari sebagian besar responden yang penyediaan air bersihnya tidak memenuhi syarat kesehatan untuk kebutuhan dapur seperti memasak dan kebutuhan minum sehari-hari responden menggunakan air isi ulang sebagai antisipasi terhadap terjadinya diare. Sedangkan kebutuhan mandi dan mencuci mereka menggunakan sumber air yang ada dirumah mereka seperti air sumur dan air sungai
5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara penyediaan air bersih dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita dengan p.value 1,045 di desa kemalaraja tahun 2009.
Tetapi, dari sebagian besar responden yang penyediaan air bersihnya tidak memenuhi syarat kesehatan untuk kebutuhan dapur seperti memasak dan kebutuhan minum sehari-hari responden menggunakan air isi ulang sebagai antisipasi terhadap terjadinya diare. Sedangkan kebutuhan mandi dan mencuci mereka menggunakan sumber air yang ada dirumah mereka seperti air sumur dan air sungai.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan hasil penelitian dikemukakan beberapa usulan berupa saran sebagai berikut:
1. Diharapkan tenaga kesehatan dapat lebih di intensifkan penyuluhan, pengarahan, kunjungan rumah dan pengawasan secara konsisten terhadap penanggulangan diare pada anak usia 0-5 tahun.
2. Agar masyarakat khususnya ibu dapat berupaya meningkatkan pengetahuan dengan cara mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang penyakit diare.
3. Diharapkan agar masyarakat khususnya para ibu mempunyai motivasi dan kemauan dalam upaya pencegah penyakit diare pada balita.
4. Bagi peneliti lain yang menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi, hendaknya dapat melakukan penelitian berikutnya dengan lebih mendalam dan menjelaskan dengan lebih rinci guna mempermudah penelitian yang berikutnya guna menyusun Karya Tulis Ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin,Ridwan.2007.Current Issue Kematian Anak Karena Penyakit Diare(online)
(http://www.medicastore.com.diakses20februari2009)
(http://www.library.usu.ac.id)
(http://www.jkt.detik.net.com)
Aritonang Irianto, dkk. 2005. Aplikasi Statistika. Yogjakarta : Media Pressindo.
Azwar, Azrul. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bina Rupa Aksara.
Depkes RI. 1999. Buku Ajar Diare, Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman: Jakarat.
Depkes RI. 2000. Pedomen Penatalaksanaan Program P2 Diare, Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman: Jakarat.
. 2002. Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit 2 bulan sampai 5 tahun. Depkes RI dan WHO : Jakarta.
Dinkes OKU. 2008. Rekapitulasi Laporan Diare Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.
Ptiyo Sutanto. 2004. Analisis Data. Jakarta : FKUI
Puskesmas Kemalaraja. 2007. Rekapitulasi Laporan Penyakit Diare Tingkat Puskesmas.
Soegijanto, Soegeng. 2002. Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta : Salemba Medika.
KARYA TULIS ILMIAH
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA KEMALARAJA KECAMATAN BATURAJA TIMUR KABUPATEN OGAN KOMERING ULU
TAHUN 2009
OLEH
EGA NARA CITRA
NIM. PO.71.20.2.06.01
DEPERTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES SUMSEL
JURUSAN KEPERAWATAN BATURAJA
TAHUN 2009
KARYA TULIS ILMIAH
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA KEMALARAJA KECAMATAN BATURAJA TIMUR KABUPATEN OGAN KOMERING ULU
TAHUN 2009
Karya Tulis Ilmiah ini Diajukan Sebagai
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
AHLI MADYA KEPERAWATA
OLEH
EGA NARA CITRA
NIM. PO.71.20.2.06.01
DEPERTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES SUMSEL
JURUSAN KEPERAWATAN BATURAJA
TAHUN 2009
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN SUMSEL
JURUSAN KEPERAWATAN BATURAJA
KARYA TULIS ILMIAH, AGUSTUS 2009
Ega Nara Citra
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Upaya Pencegahan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009
xiv + 65 halaman + 10 tabel + 5 lampiran
ABSTRAK
Penyakit diare masih sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) dengan frekuensi dan kematian yang cukup tinggi yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat dan dampak pada sektor-sektor lain. Faktor-faktor yang menjadi landasan berfikir penulis untuk melakukan penelitian ini adalah pendidikan, pengetahuan, sikap dan penyediaan air bersih yang berhubungan dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2009.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor berhubungan dengan upaya pencegahan kejadian diare pada balita di desa Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2009.
Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara pendidikan ibu p.value 0,030, pengetahuan = 0,003, sikap 0,005 dan tidak ada hubungan antara penyediaan air bersih terhadap upaya pencegahan diare pada balita dengan p.value = 1,045.
Dari hasil penelitian ini ada berbagai saran yang perlu ditindak lanjuti. Pertama, bagi petugas kesehatan dapat memotivasi diri untuk memberikan penyuluhan kesehatan mengenai diare serta mampu melakukan tindakan secara cepat dan tepat bila menemukan anak balita yang mengalami penyakit diare. Kedua, masyarakat jika anak balita terkena penyakit diare hendaknya dibawa ke pusat kesehatan masyarakat terdekat.
Referensi : 10 (2002 – 2008)
DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN
KARYA TULIS ILMIAH, AGUSTUS 2009
Ega Nara Citra
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Upaya Pencegahan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009
xiv + 65 halaman + tabel + lampiran
ABSTRAK
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
• Jika matahari terbit janganlah engkau lewatkan matahari ini yang begitu indah. Jikalau matahari sudah tenggelam dan diganti rembulan malam, buatlah kenangan dan janganlah engkau melupakan yang sudah engkau jalani dihari ini.
Dengan melafazkan Basmallah kupersembahkan kepada:
• Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya serta nabi Agung Muhammad SAW sebagai tauladan, syafaat-Nya selalu kami dambakan.
• Kedua orangtuaku yang telah membesarkan dan memberikan begitu banyak pengorbanan, kasih sayang dan selalu mengharapkan keberhasilanku. Terima kasih atas do’amu, kalianlah orang tua yang terbaik di dunia ini.
• Untuk pembimbingku Bapak Asmawi Nazori, SKM, M.Kes yang sudah meluangkan waktu, makasih atas bimbingannya selama ini. Insya Allah akan menjadikan pelajaran yang sangat berharga untukku.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah Berjudul ” Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Upaya Pencegahan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009” Ini telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah (KTI) Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Depkes Sumsel.
Baturaja, Agustus 2009
Pembimbing
ASMAWI NAZORI, SKM.M.Kes
Nip. 19560309 197703 1 003
Mengetahui,
Ketua Perwakilan Jurusan Keperawatan Baturaja
ZANZIBAR, S.Pd. M.Kes
NIP. 19600205 19800 3 2 001
PANITIA SIDANG KARYA TULIS ILMIAH
JURUSAN KEPERAWATAN BATURAJA
POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES SUMSEL
Baturaja, Agustus 2009
Tim Penguji
Ketua,
ASMAWI NAZORI, SKM, M.Kes
NIP. 19560309 197703 1 003
Anggota
LISDAHAYATI, SKM, MPH
NIP. 1907011 199003 2 1001
M. SUPRI, SKM
NIP. 140097130
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ega Nara Citra
Tempat/Tgl Lahir : Baturaja, 28 Juni 1988
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Sultan Mahmud Badaruddin II Gg. Serasan No. 522
Baturaja Timur Kab. OKU
Riwayat Pendidikan
Tahun 1993 – 1994 : TK. Islam Imam Bonjol Baturaja
Tahun 1994 – 2000 : SDN 8 Putri Baturaja
Tahun 2000 – 2003 : SMP N 2 Baturaja
Tahun 2003 – 2006 : SMA Negeri 1 Baturaja
Tahun 2006 – 2009 : Poltekes Jurusan Keperawatan Baturaja
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah Yang Maha Esa. Karena atas rahmat dan karunia-Nya yang telah mencurahkan seluruh hidayah dan keselamatan kepada makhluk dan seluruh alam semesta, nikmat kehidupan dan nikmat keimanan yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Kemudian salawat dan salam tak lupa senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW beserta para sahabatnya yang telah membawa kita dari alam jahiliyah menuju alam yang terang benderang yaitu dinul Islam yang bisa kita nikmati sampai detik ini bagi kehidupan umat Islam.
Tuntasnya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini berkat ridho Allah dan pertolongan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Suharmasto, SKM,M.Pid selaku Kepala Dinas Kesehatan Baturaja.
2. Bapak Sulaiman, S.Pd,M.Pd. selaku Ketua Jurusan Keperawatan Palembang.
3. Ibu Zanzibar, S.Pd,M.Kes selaku Ketua Program Studi Keperawatan Baturaja.
4. Bapak Asmawi Nazori, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar membimbing dan memberikan masukan yang amat berharga serta pengarahan yang sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan Karya Tulis Ilmiah.
5. Staf dan dosen, karyawan dan karyawati Jurusan Keperawatan Program Studi Keperawatan Baturaja yang telah membimbing dan membantu dalam kelancaran penyusunan proposal ini.
6. Rekan-rekan seperjuangan yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari kesempurnaan, mengingat terbatasnya kemampuan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu dengan hati yang terbuka, penulis menerima semua masukan dan kritikan yang bersifat membangun demi perbaikan, kesempurnaan dan kualitas yang lebih baik dimasa mendatang.
Semoga Allah SWT berkenan melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua dan akhir kata penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin
Baturaja, Agustus 2009
Penulis
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 2 Lembar kuesioner dan checklist penelitian
Lampiran 3 Surat izin penelitian
Lampiran 4 Lembar hasil analisis dan penelitian
Lampiran 5 Lembar konsultasi penelitian
DAFTAR SINGKATAN
1. ASI : Air Susu Ibu
2. DBD : Demam Berdarah Dengue
3. EHEC : Enter Hemorrage Escherichia Coli
4. LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
5. KLB : Kejadian Luar Biasa
6. P2 : Program Pemberantasan
7. PPM & PL : Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan
8. PAM : Penyediaan Air Minum
9. UNICEF : United National Children Fund
10. WHO : World Health Organization
FORMAT KUESIONER PENELITIAN
A. Data Umum
No
Nama Responden
Umur Ibu
Umur bayi
/balita
Alamat
Pendidikan Ibu
Kode
Pekerjaan Ibu
Kode
Lulus SMA
Tidak lulus SMA
Bekerja
Tidak Bekerja
Petunjuk :
1. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan kenyataan!
2. Ibu tidak perlu takut atau ragu dalam mengisi kuesioner ini karena pertanyaan hanya untuk kepentingan peneliti dan tidak akan berpengaruh dengan kualitas pelayanan kesehatan yang akan diberikan pada ibu.
3. Apapun jawaban yang ibu beri akan kami jaga kerahasiaanya.
4. Terima kasih atas partisipasinya.
B. Upaya pencegahan kejadian diare pada balita
No
Upaya pencegahan
Ya
Tidak
Kode
1
Apakah ibu memberikan ASI pada anak sampai usia 2 tahun
2
Ketika akan memberikan makanan pada anak sebaiknya mencuci tangan dengan air sabun terlebih dahulu
3
Salah satu upaya ibu untuk melindungi anak yang bermain di luar rumah agar terhindar dari penularan penyakit terutama diare yaitu memakaikan anak alas kaki dan tangan tidak menyentuh atau sesuatu yang kotor.
4
Memberikan makanan pendamping untuk anak yang di masak sendiri hingga menjadi setengah bubur adalah anak yang baik agar anak terhindar dari diare.
5
Untuk mencegah agar makanan anak tidak tercemar oleh kotoran atau lalat yang dapat menyebabkan penyakit diare sebaiknya tempat penyimpan makanan anak ditutup rapat.
6
Apakah ibu memberikan imunisasi yang lengkap pada balita sebagai upaya pencegahan diare.
7
Memperbaiki keadaan gizi melalui perbaikan makanan, akan membawa dampak terhadap berkurangnya keadaan kurang gizi dan lamanya kesakitan diare.
8
Salah satu upaya ibu terhadap pencegahan diare pada balita adalah membuang tinja anak secara baik dan benar.
C. Pengetahuan
No
Upaya pencegahan
Benar
Salah
Kode
1
Yang dimaksud diare adalah buang air besar lebih dari 3 kali sehari dengan bentuk cair.
2
Balita dapat diserang diare bila sering memasukan tangan kedalam mulut.
3
Apakah buang air besar lebih dari biasa, rewel dan panas termasuk gejala diare.
4
Balita yang tidak tahan susu sapi/susu botol dapat terkena diare.
5
Apakah memebrikan ASI tanpa di selang seling dengan susu botol dapat mencegah anak terkena penyakit diare.
6
Diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus dapat menyebabkan penurunan berat badan pada balita.
7
Diare dapat disebabkan oleh keracunan makanan.
8
Terdapat darah dan lendir dalam kotoran merupakan gejala diare.
9
Memberikan oralit dapat mencegah terjadinya kekurangan cairan pada balita yang terkena diare.
10
Penggunaan air bersih yang cukup salah satu upaya pencegahan diare pada balita.
D. Sikap
No
Upaya pencegahan
Setuju
Tidak Setuju
Kode
1. Ketika anak terkena diare hal pertama dan terpenting dilakukan yaitu memberikan anak cairan lebih banyak dari biasanya.
2. Sebaiknya anak mencuci tangan dengan air dan sabun setelah pulang dari bermain.
3. Ketika peralatan makan anak akan digunakan sebaiknya di siram terlebih dahulu dengan air panas.
4. Tempat pembuangan sampah yang tidak sehat merupakan sumber penyakit. Oleh karena itu tempat pembuangan sampah harus ditutup dan tidak terletak di tempat sampah basah atau lembab.
5. Bila anak sering buang air besar lebih dari biasa dan rewel sebaiknya anak segera dibawa ke petugas kesehatan.
6. Prilaku yang buruk seperti membuang kotoran ditempat terbuka menyebabkan terjadinya diare.
7. Mengkonsumsi makanan yang terjangkit kuman bisa menyebabkan diare pada balita.
8. Buang air besar di jamban merupakan salah satu upaya pemberantasan penyakit diare dan penyakit lainnya.
E. Penyediaan Air Bersih
No
Upaya pencegahan
Ya
Tidak
Kode
1. Dari manakah sumber air yang digunakan untuk konsumsi sehari-hari:
a. Sumur
b. Sungai
c. Sumur dan sungai
2. Apakah air di saring terlebih dahulu sebelum digunakan
3. Air di saring dengan menggunakan pasir, kerikil dan sabut
4. Apakah air di masak sampai mendidih dan setelah ± 15 menit dari mendidih baru diangkat.
5. Jarak antara sumur gali dengan septitank ± 10 meter
6. Apakah air yang digunakan jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.
7. Apakah air yang digunakan untuk konsumsi sehari-hari diberi kaporit terlebih dahulu sebelum digunakan.
KARTU KONSUL PROPOSAL KTI
Nama Mahasiswa : EGA NARA CITRA
Nomor Induk Mahasiswa : PO.71.20.2.06.018
Dosen Pembimbing : ASMAWI NAZORI, SKM, M.Kes
Judul KTI : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Upaya
Pencegahan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa
Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur
Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2009
2 comments:
terimakasih untuk informasinya, sebenarnya klo dibiarkan tanpa di obati, penyakit apapun bisa menjadi berbahaya,
mantabb
Post a Comment
Untuk berkomentar.Silahkan tinggalkan pesan dibawah iniI.Untuk semua pengguna pilih " beri komentar sebagai : ANONIMOUS "