Penggunaan (Pro)Nomina Persona dalam Interaksi Lintas Budaya
Ike Revita
Universitas Andalas, Indonesia
Ike Revita
Universitas Andalas, Indonesia
Abstract
This study is aimed at describing the use of personal (pro)noun in Indonesian language within intercultural interaction. The data are taken from any utterance uttered in Indonesian language between differently cultural background participants in Yogyakarta. Having referred to the grammatical and pragmatic theory, it is found that (pro)noun used is commonly derived from (1) Indonesian, (2) local, and (3) foreign language which pragmatically functions to (a) indicate the intimacy, (b) show off, (c) express the anger, (d) practice, and (e) bring about the comic effect.
1 Pendahuluan
Suatu fakta yang tidak dapat diingkari bahwa benturan berpotensi terjadi dalam interaksi yang melibatkan peserta tutur berlatarbelakang budaya berbeda. Benturan ini dikarenakan oleh kebiasaan bertutur masing-masing peserta tutur yang dipengaruhi oleh perbedaan kebiasaan (Barker, 2004). Benturan ini dapat membangun jurang pemisah keharmonisan hubungan bila tidak diiringi oleh sikap yang bijaksana. Kebijaksanaan ini, salah satunya, dimanifestasikan dalam wujud tarik ulur budaya. Artinya, seorang penutur tidak harus selalu memaksakan budayanya mendominasi sikap tutur, tetapi juga harus fleksibel dengan memahami budaya mitra tutur. Contohnya dapat dilihat pada ujaran berikut:
(1) Aku ndak jadi ikut kamu soalnya banyak tugas.
(2) Saya mungkin di rumah saja karena mau ngerjakan tugas.
(3) Ana mau numpang ngetik di komputer Mbak Ila.
Ketiga ujaran (1) – (3) dituturkan oleh penutur yang sama kepada teman satu kelasnya. Penutur berasal dari Sumatera Barat dan pengguna bahasa Minangkabau dalam berkomunikasi sehari-hari. Secara berurut, ujaran (1) –(3) ditujukan kepada mitra tutur yang berasal dari Jawa Barat (penutur bahasa Sunda), Yogyakarta ( penutur bahasa Jawa), dan Sulawesi Tenggara (penutur bahasa Kaili).
Secara eksplisit, tidak ada yang aneh dengan ketiga ujaran karena semuanya berterima. Namun, perbedaannya terlihat dari variasi penggunaan pronomina pertama aku, saya, dan Ana serta pronomina kedua kamu dan Mbak Ila (bentuk yang dimiringkan). Ketiga bentuk pronomina pertama atau kedua bentuk pronomina kedua ini tidak dapat saling dipergantikan karena ditujukan pada mitra tutur yang berbeda. Ujaran (1) dipilih penutur karena usianya sebaya dengan mitra tutur dan hubungan mereka pun sudah sangat akrab. Berbeda dengan ujaran (2),walau ditujukan pada mitra tutur sebaya, tetapi hubungan mereka biasa saja sehingga pronomina saya dianggap lebih tepat dan netral. Ujaran (3) ditujukan kepada mitra tutur yang usianya lebih tua dari penutur sehingga penutur berusaha memilih pronomina yang dinilai lebih sopan. Selain itu, pilihan (pro)nomina pada ujaran (3) juga mengindikasikan keakraban hubungan peserta tutur.
Dalam hubungannya dengan budaya, pronomina aku, kamu, dan saya sudah lazim dipergunakan dalam peristiwa tutur seperti (1) –(3) oleh mitra tutur. Dengan kata lain, dalam budaya tutur bahasa Sunda dan Jawa, penggunaan diksi aku, kamu, dan saya, walaupun diwujudkan dalam bahasa Indonesia, adalah berterima. Berbeda dengan budaya penutur yang masih menilai pronomina ini kurang sopan, kecuali saya karena sudah diatur sedemikian rupa dalam tatabahasa Indonesia baku. Dalam budaya masyarakat Minangkabau, (pro)nomina yang dianggap lebih lazim adalah sebagaimana yang diujarkan dalam tuturan (3), yaitu nama diri. Dengan demikian, ketika tuturan ditujukan kepada sesama penutur bahasa Minangkabau, pronomina dalam ujaran (1) dan (2) berubah menjadi
(1a) Ana ndak jadi ikut Mbak Ila soalnya banyak tugas.
(2a) Ana mungkin di rumah saja karena mau ngerjakan tugas.
Makalah singkat ini akan merumuskan tentang faktor-faktor yang mendasari pemilihan penggunaan (pro)nomina dalam interaksi lintasbudaya. Yang dimaksud dengan (pro)nomina di sini adalah semua kata benda persona pertama dan kedua dan penggantinya, termasuk nama diri dan sapaan yang dipergunakan dalam peristiwa tutur oleh peserta tutur berbeda budaya/bahasa ibu. Jadi, pronomina persona ketiga tidak termasuk dalam pembahasan.
Penelitian dilakukan di Yogyakarta, difokuskan di sebuah rumah/kos dalam situasi informal. Informan adalah mahasiswa (dari S1-S3) yang memang penulis ketahui latar belakang budayanya. Data diambil dari ujaran berbahasa Indonesia yang melibatkan peserta tutur berbasis budaya berbeda. Data diperoleh dengan menggunakan metode dan teknik observasi yang kadangkala penulis hanya sebagai pengamat dan/atau terlibat langsung dan bersifat observer’s paradox (Gunarwan, 2002 dan Wardaugh, 1986). Analisis dilakukan dengan menghubungkan pada konsep tata bahasa baku bahasa Indonesia dan teori tindak tutur.
2 Sekilas Pandang tentang (Pro)Nomina
Nomina merupakan kategori yang secara sintaksis tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak, tetapi berpotensi untuk didahului partikel dari. Nomina dapat berbentuk (1) nomina dasar, seperti meja, dokter (2) turunan, seperti perjuangan, ketergantungan, dan (3) perpaduan leksem, seperti daya juang, jejak langkah. Ketiga bentuk nomina diklasifikasikan lagi menjadi, salah satunya, nomina bernyawa. (Kridalaksana, 1986). Nama diri, seperti Evi, Beti, atau Laila adalah contoh dari nomina bernyawa persona.
Salah satu fungsi nomina persona adalah digunakan untuk menyapa (kata sapaan), seperti
(4) Sri, tolong bukain pintu dong!
(5) Pak, ke Mirota berapa?
(6) Atik yang terhormat, silakan masuk!
Ketiga sapaan yang digunakan terdiri atas nama diri, sapaan umum, dan nama diri+(adjektifa).
Pronomina berarti pengganti nomina. Dengan kata lain, pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain (Alwi et al., 2003). Nomina yang diacu disebut dengan anteseden. Nomina dokter, misalnya, dapat digantikan dengan pronomina (ka)mu atau anda. Misalnya
(7) Anda/Kamu mau kemana, Dokter?
Ujaran (7) dituturkan oleh seorang dokter senior kepada yuniornya. Dalam ujaran (7), penutur menggunakan nomina dokter dan pronomina anda secara bersamaan. Cara seperti ini dapat berterima dengan dasar untuk penegasan dan kejelasan. Tanpa kehadiran salah satu (pro)nomina, seperti
(7a) Anda/Kamu mau kemana?
(7b) Mau kemana, Dokter?
ujaran masih jelas ditangkap, tetapi lebih jelas dan tegas referennya pada (7).
Ada tiga macam pronomina dalam Bahasa Indonesia, yaitu (1) persona, (2) penunjuk, dan (3) penanya.
Pronomina persona adalah pronomina yang mengacu kepada nomina bernyawa persona dan terbagi atas pronomina persona pertama--mengacu pada diri sendiri/penutur --, pronomina persona kedua--mengacu kepada mitra tutur--dan pronomina persona ketiga--mengacu kepada orang yang dibicarakan. Anteseden-anteseden ini ada yang berjumlah tunggal dan jamak/banyak.
Berikut adalah tabel pronomina persona dalam Bahasa Indonesia.
Persona Makna
Tunggal Jamak
Netral Eksklusif Inklusif
Pertama saya, aku, -ku kami kita
Kedua engkau, kamu, anda, dikau, -mu kalian, kamu, anda sekalian, kamu sekalian
Ketiga dia, ia, beliau,-nya
Tabel 1. Pronomina dalam Bahasa Indonesia
3 Perwujudan (Pro)nomina dalam Interaksi
Umumnya, (pro)nomina yang sering digunakan adalah sebagaimana yang tergambar dalam tabel1. Namun, dalam komunikasi yang melibatkan peserta tutur berletarbelakang budaya berbeda, ditemukan bentuk-bentuk yang berbeda. Bentuk-bentuk ini dapat berasal dari bahasa daerah penutur/mitra tutur atau bahasa asing, bahasa Inggris dan bahasa Arab. Berikut uraiannya.
a Berasal dari Bahasa Indonesia
(7) Din, aku minjam bukumu ya.
(8) Saya mungkin ndak pulang malam ini, Buk.
(10) Kita berangkat sekarang?
Nama diri Din, saya, sapaan umum Buk, dan kita adalah contoh penggunaan (pro)nomina yang berasal dari bahasa Indonesia. Ujaran (8) dan (10) dituturkan oleh penutur bahasa Jawa kepada mitra tutur penutur bahasa Sunda (8) dan bahasa Kaili, Minangkabau, dan bahasa Jawa Jawa Timur. Hubungan antarpeserta tutur sudah akrab.
b Berasal dari Bahasa Daerah
(11) Aden tu lah panek (sambil tertawa). Ngerti ndak?
(12) Beli, Beli…!Mau beli?
(13) Kalau jenengan saja yang berangkat piye? Kulo masih capek.
(14) Orang kito galo rupanya.
(15) Gue ngerti banget kok!
Secara berurut, (pro)nomina yang digunakan berasal dari bahasa Minangkabau aden, bahasa Bali Beli, bahasa Jawa jenengan, kulo, bahasa Melayu Palembang kito galo, dan bahasa Jakarta gue. Alih kode (pro)nomina ke bahasa daerah dilakukan karena ada maksud yang hendak disampaikan penutur, yaitu membuat lelucon, mempraktekan bahasa mitra tutur, dan menunjukkan keakraban.
c Berasal dari Bahasa Asing
(Pro)nomina dari bahasa asing yang sering digunakan didominasi oleh bahasa Inggris karena lebih familiar dibandingkan dengan bahasa asing lain.Contoh,
(15) You mulai dari sini dulu!
(16) Saya tidak mau berurusan dengan you lagi.
Ujaran (15) dan (16) digunakan oleh penutur yang memang terbiasa menggunakan bahasa Inggris. Selain sering melakukan perjalanan ke luar negeri, penutur memiliki status sosial yang lebih tinggi dari mitra tutur. Selain itu, (pro)nomina you juga mengindikasikan penunjukan kekuasaan oleh penutur terhadap mitra tutur.
Di samping itu, juga ditemukan penggunaan bahasa Arab dan bahasa Jerman, seperti (17) dan (18).
(17) Ente gimana sih! Ana dah tunggu ndak datang-datang.
(18) Ich masih suka karo dich.
Penutur memilih menggunakan (pro)nomina seperti (17) karena latar pendidikan penutur Sastra Arab, sehingga dia menguasai bahasa Arab dengan baik, dan seudah menjadi kebiasaan penutur menggunakan (pro)nomina ana dan ente. Apalagi, mitra tutur berdarah turunan Timur Tengah. Sedangkan (pro)nomina ich dan dich dalam ujaran (18) digunakan dalam upaya menimbulkan efek lucu karena penutur juga menyisipkan bahasa Jawa karo ‘dengan’dalam tuturannya.
4 Makna Pragmatik Perwujudan (Pro)Nomina
Variasi pemilihan (pro)nomina dalam interaksi lintas budaya tidak tanpa tujuan dan maksud. Secara pragmatis, ada beberapa makna yang terkandung dari kemunculan (pro)nomina ini, yaitu
a Menunjukkan Keakraban
Agar interaksi antarpeserta tutur berjalan lancar dan akrab, penutur terkadang memilih (pro)nomina tertentu yang berasal dari bahasa mitra tutur atau menggunakan nama klen, seperti
(19) Uni, boleh minjam bukunya ndak?
(20) Ini kan punya lu.
(21) Miss Paada, numpang ngeprint ya.
(Pro)nomina pada ujaran (19)-(21) berasal dari bahasa dan daerah asal mitra tutur, yaitu Minangkabau uni, Jakarta lu, dan Palu bahasa Inggris+nama klen Miss Paada. Mitra tutur pada ujaran (21) berlatar pendidikan bahasa Inggris sehingga panggilan miss sering dipakai untuk mengacu kepadanya.
b Memamerkan
Pemilihan (pro)nomina tertentu terkadang mengandung makna pamer/bergaya karena penutur ingin menunjukkan kemampuannya menguasai bahasa atau pernah tinggal di wilayah tertentu (seringnya luar negeri atau kota metropolitan) sebagaimana yang tergambar pada contoh (22) yang dituturkan oleh seorang mahasiswa. Yang pernah tinggal di Singapura selama 6 bulan untuk magang. Kemunculan (pro)nomina you dan awak merupakan pola yang sering digunakan masyarakat tutur Melayu Singapura.
(22) You hati-hatilah! Kalau you sakit susahlah awak.
c Menunjukkan Kemarahan
(23) Jangan ngomong juga kau lagi!
(24) Benar-benar hebat ang ya!
(Pro)nomina yang berasal dari bahasa Melayu Palembang dan bahasa Minangkabau digunakan penutur karena dia merasa jengkel dengan sikap mitra tutur yang selalu berlagak kalau berbicara. Kejengkelannya itu diekspresikan melalui pilihan (pro)nomina kau dan ang. Walaupun mitra tutur tidak menangkap hal ini secara utuh, namun intonasi dan kinesik penutur dapat mempertegas ujaran (23)-(24) sebagai sebuah kemarahan.
d Mempraktekan Bahasa Tertentu
Tujuan untuk melatih kemampuan bahasa adalah makna lain dari penggunaan (pro)nomina tertentu. Misalnya, ketika ingin mengasah kemampuannya dalam berbahasa Jawa dan Turki, penutur menggunakan (pro)nomina yang berasal dari kedua bahasa ini yang ditujukan kepada mitra tutur penutur bahasa Sunda.
(25) Kulo mau pinjam buku sampeyan
(26) O sudah mengerjakan tugas? Wah,…ben salut sama onu.
(Pro)nomina persona pertama kulo ‘saya’ (bahasa Jawa), o ‘kamu’, dan ben ‘saya’(bahasaTurki) dan (pro)nomina persona kedua koe ‘kamu’ (bahasa Jawa) dan onu ‘kamu’ (bahasa Turki) sudah dipergunakan penutur secara tepat. Artinya, keinginan untuk memperlancar penguasaan bahasa tertentu, walaupun hanya menguasai kosakata terbatas, diwujudkan dengan memulai melatih penggunaan (pro)nomina tersebut.
e Menimbulkan Efek Lucu
Efek lucu ditimbulkan penutur denganb menggunakan (pro)nomina yang berasal dari daerahnya (dan/atau bahasa daerah mitra tutur) atau yang tidak diketahui artinya oleh mitra tutur. Contoh,
(27) Oi, Piak Banun, Tidur…..terus.
(28)+ Mbok,…. Yang ini belum lho.
- Siap…Ndoro Putri!
(Pro)nomina berupa sapaan Piak Banun dituturkan oleh seorang penutur yang berasal dari Minangkabau kepada temannya dari Jawa Tengah. Piak Banun merupakan (pro)nomina yang ditujukan kepada anak gadis. Efek lucu yang dimunculkan penutur diperjelas oleh suara tawa yang mengiringi ujaran.
Ujaran (28) melibatkan penutur pengguna bahasa Sunda kepada mitra tutur pengguna bahasa Jawa. (Pro)nomina mbok ‘ibu’, dalam konteks di atas ditujukan kepada seorang pembantu. Ketika (28-) sedang menyapu teras kamarnya, (28-) segera menggoda dengan mengatakan Mbok….. Ujaran ini direspon dengan mengatakan Siap…Ndoro Putri. Ndoro Putri biasanya ditujukan kepada orang yang sangat dihormati atau termasuk dalam kelas priyayai di Jawa. Efek lucu yang dimunculkan (28-), selain (pro)nomina Ndoro Putri, juga diksi siap yang biasanya hanya dipergunakan oleh prajurit tatkala mendapat perintah dari atasannya.
5 Kesimpulan
Dalam interaksi penutur lintas budaya, (pro)nomina persona yang digunakan tidak semata mengacu kepada penutur atau mitra tutur.Namun,ada makna-makna yang terkandung dari pilihan bentuk (pro)nomina itu. Berdasarkan bentuk, (pro)nomina dapat berasal dari (1) bahasa Indonesia, (2) bahasa daerah, dan (3) bahasa asing yang mengandung makna pragmatik (a) menunjukkan keakraban, (b) memamerkan, (c) mengekspresikan kemarahan, (d) melatih penguasaan bahasa tertentu/praktek, dan (e) melucu.
6 Daftar Pustaka
Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton M Moeliono. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Barker, Chris. 2004. Cultural Studies, Theory and Practice. Terjemahan Nurhadi. London: Sage Publications.
Gunarwan, Asim. 2002. Pedoman Penelitian Pemakaian Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Kridalaksana, Harimurti. 1986. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Poedjosoedarmo, Soepomo. 1985. ‘Komponen Tutur’. Dalam Perkembangan Linguistik di Indonesia. Penyunting Soenjono Dardjowidjojo. Jakarta: Arcan.
Wardaugh, Ronald. 1986. An Introduction to Sociolinguistics. New York: Basil Blackwell Inc.
0 comments:
Post a Comment
Untuk berkomentar.Silahkan tinggalkan pesan dibawah iniI.Untuk semua pengguna pilih " beri komentar sebagai : ANONIMOUS "